Kebijakan Pemerintah Kolonial Di Indonesia Pada Abad Ke-19
Pada tahun 1806 Napoleon telag membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Koninkrijk Holland (Kerajaan
Belanda). Kemudian Napoleon juga menempatkan adiknya yakni Louis
Napoleon menjadi Penguasa di Belanda. Lalu sementara itu, wilayah
Indonesia sedang berada dibawah ancaman Inggris yang berkuasa di India.
Maka untuk itu Napoleon telah mengangkat Deandles untuk memerintah Indonesia. Dan tugas utamanya adalah mempertankan Pulau Jawa agar tidak di kuasai oleh Inggris.
A.Masa Pemerintahan Deandels (1808 – 1811)
Deandels menggunakan Konsep baru dalam mempin pemerintahan, seperti berikut ini :
- Pertahanan : kebijakan yang dilakukan, misalnya menambah jumlah prajurit dari suku-suku bangsa di Indonesia, membangun benteng di beberapa kota dan pusat Pertahan di Kalijati, Bandung, dan membangun jalan raya dari Anyar hingga Penarukan untuk lalu lintas pertahanan dan perekonomian.
- Ekonomi dan Keuangan : kebijakan yang dilakukan diantaranya adalah membetuk Dewan Pengawas Keuangan Negara (Algemene Rekenkaer) dan sistem pemberantasan korupsi dengan keras, pajak ini natura (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang diterapkan pada zaman VOC tetap dilanjutkan,bahkan di perberat, mengadakan Preanger Stelsel, yakni kewajiban bagi rakyat Priangan dan sekitarnya untuk menanam tanaman ekspor (kopi).
- Pemerintahan dan Hukum : kebijakan yang di lakukan misalnya seperti membetuk skretariat Negara untuk membereskan administrasi Negara, para dijadikan pegawai pemerintahan (digaji), memindahkan pemerintahan dari Sunda Kelapa ke Walterreden (Sekarang Gedung Mahkamah Agung DI Jakarta),pulau jawa dibagi menjadi Sembilan perfec/wilayah, dan membangun kantor-kantor pengadilan.
- Sosial : kebijakan yang dilakukan adalah melakukan kerja rodi untuk membangun jakan Anyar hingga Penarukan, menghapus upacara penghormatan kepada presiden, sunan, atau sultan, membuat jaringan pis distrik dengan menggunakan kuda pos. Pada tahun 1811 Deandels akhirnya ditarik ke Eropa dan kedudukannya digantikan oleh Jeansens yang awalnya bertugas di Tanjung Harapan (Afrika Selatan). Namun tidak lama setelah Jeansens memerintah, Inggris melakukan serangan atas wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Pada tanggal 11 September 1811 kedudukan Jeansens terdesak sehingga ia terpaksa menyerah. Dan Jeansens pun terpaksa menandatangani perjanjian damai yang disebut dengan Kapitulasi Tuntang.
B. Kekuasaan Inggris Di Indonesia (Masa Pemerintahan Raffles)
Setelah
berhasil menguasai wilayah Indonesia maka untuk mengatur jalannya
pemerintahan di Indonesia, Inggris telah menugaskan Thomas Standford
Raffles sebagai letnan gubernur di Indonesia. Pada masa kekuasaanya,
kebijakan-kebijakan yang diterapkan antara lain adalah sebagai berikut :
- Pemerintahan : kebijakan yang dilakukan adalah membagi Pulau Jawa menjadi 16 keresidenan, para bupati dijadikan pegawai negeri (digaji), serta melarang kerja paksa dan perbudakan.
- Ekonomi dan Keuangan : kebijakan yang dilakukan antara lain adalah mengadakan perdagangan bebas, mengadakan penanaman kopi dan penjualan tanah kepada swasta, mengadakan landrente (sewa tanah), dan melakukan monopoli garam dan minuman keras.
- Social : kebijakan yang dilakukan antara lain adalah menghapus rodi, menghapus perbudakan, dan peniadaan pynbank (disakiti), yakni adalah hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau.
Pada
masa pemerintahannya, Raffles tidak hanya berkecimpung dalam bidang
pemerintahan (politik). Namun melinkan Raffles juga berkecimpung dalam
mengembangkan kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dan kegiatan ilmu
pengetahuan yang menonjol adalah membangun gedung Harmoni untuk lembaga
ilmu pengetahuan Bataviache, Genootshap, menulis buku “Historis of Java”
yang berisikan tentang kebudayaan jawa, serta bersama istrinya, yakni
Olivia Marianne merintis pendirian Kebun Raya Bogor.
C. Sistem Cultuur Stelsel Di Indonesia
Berdasarkan
dari hasil konversi London pada tahun 1814 meka Inggris kembali
menyerahkan wilayah Indonesia kepada pemerintahan Kerajaan Belanda.
Untuk itu pemerintahan Kerajaan Belanda membentuk Komisaris Jenderal yang beranggotakan Ellout, Buyskes, dan Van der Capellen. Diantaranya
ada tiga komisaris Jenderal yakni Van der capellen pemerintah Kolonial
Hindia Belanda yang berupaya mengeruk kekayaan bangsa Indonesia dengan
sebanyak mungkin. Dan tujuannya adalah untuk membayar utang-utang
Belanda yang cukup besar selama perang. Namun pemerintahan Van der
Cepellen (1817 – 1830)telah gagal karena Belanda tetap mengalami
kesulitan ekonomi. Dan akhirnya, Van der Capellen digantikan oleh
Johannes van den bosch sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Upaya
yang dilakukan oleh van den Bosch untuk mencukupi kebutuhan keuangan
pemerintahannya dan juga untuk mengisi kas Negara Belada yang kosong
adalah melaksanakan cultuur stelsel (sistem tanam paksa).
Berbagai
penderitaan akibat pelaksanaan tanam paksa telah mendorong munculnya
reaksi penetangan baik di bangsa Indonesia meupun dari tokoh-tokoh
berkebangsaan Belanda. Dan reaksi yang datang dari rakyat Indonesia
adalah terjadinya terjadinya pelawanan di Pasuruhan pada tahun 1833 dan
pada tahun 1846 oleh para pekerja di berbagai perkebunan tembakau dengan
melakukan perusakan terhadap tanaman tembakau. Adapun reaksi dari
bangsa Belanda yang datang dari Baron van Houvel yakni seorang pendeta
yang kemudian ikut memperjuangkan penghapusan cultuur stelsel di
parleman Belanda. Dan tokoh penentang lain adalah Eduard Dowes Dekker
(multatuli) dengan cara menulis pada sebuah buku dengan judul “Max
Havelaar”. Dan Frans van de Putte dengan menuliskan buku dengan judul
“Suiker Constracten” (Kontrak-Kontrak Gula).
Setelah
mendapatkan protes dari berbagai kalangan Belanda, dan akhirnya sistem
tanam paksa dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar
pulau Jawa masih terus berlangsung hingga 1915. Dan program yang
dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria
1870