Senin, 25 Oktober 2021

Materi kelas xi

 l pada dasarnya adalah sistem budidaya. Dalam pelaksanaan tanam paksa dengan aturan yang berlaku, namun banyak dilanggar oleh pemerintah kolonial hingga merugikan rakyat (petani), maka para sejarawan sering menggunakan istilah tersebut dengan menyebutnya “sistem tanam paksa”.

Penanaman Paksa
Penerapan kebijakan sistem tanam paksa tentu memiliki tujuan tersendiri bagi Belanda. Tujuan penanaman paksa  pada dasarnya hanya untuk mengisi kekosongan khas yang disebabkan oleh kerugian selama perang di berbagai daerah, seperti Perang Diponegoro dan Perang Paderi .

Penanaman Paksa

Sistem tanam paksa merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosche . Berikut ini penjelasan terkait sejarah tanam paksa secara lengkap dan jelas, meliputi pengertian, latar belakang, tujuan, peraturan perundang-undangan, pelaksanaan, penyimpangan, tokoh oposisi dan dampak positif dan negatifnya.

Arti Tanam Paksa

Pengertian Tanam Paksa ( Cultuurstelsel ) adalah kebijakan yang mewajibkan setiap desa dan petani menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanami tanaman wajib yang dijual di pasar ekspor internasional. Misalnya, tanaman yang dimaksud adalah tebu, kopi, teh dan tarum.

Tanaman ini kemudian sangat populer di pasar internasional, terutama di Eropa. Dengan membeli tanaman dengan harga murah yang ditetapkan dalam ketentuan, maka pemerintah kolonial Belanda memperoleh keuntungan yang banyak dan melimpah. 

Sebenarnya pengertian Cultuurstelse adalah sistem kultivasi, namun karena aturan yang mengikat dan memaksa maka disebut sistem kultivasi paksa oleh lawan-lawannya. Kebijakan ini juga merugikan masyarakat yang tidak memiliki tanah, karena mereka harus bekerja selama 75 hari atau 20% dari jumlah hari dalam setahun.

Latar Belakang Penanaman Paksa

Apa alasan atau latar belakang dikeluarkannya kebijakan tanam paksa? Latar belakang tanam paksa terbagi menjadi dua, yaitu dari dalam dan luar. Penyebab dari dalam antara lain:
  • Pertama, pendapatan khas Hindia Belanda semakin menipis, terutama dalam bentuk uang. Pasalnya, pemerintah kolonial hanya mengandalkan kopi sebagai komoditas utama ekspor.
  • Kedua, kerugian akibat perang besar yang terjadi saat itu, yaitu Perang Diponegoro dan Perang Paderi. Dalam perang itu, kerugian Belanda diperkirakan mencapai puluhan juta gulden. Kedua perang ini benar-benar sangat sulit ditaklukkan oleh Belanda sehingga ditambahkan produksi khusus.
  • Ketiga,  latar belakang penanaman paksa selanjutnya adalah kegagalan Belanda dalam menerapkan pemikiran liberal di Indonesia.

Tujuan Penanaman Paksa

Seperti disebutkan di atas, tujuan penanaman paksa adalah untuk mengisi kekosongan khas Belanda. Selain itu, adanya tanam paksa membuat Belanda makmur dan sejahtera. Keberhasilan kebijakan ini kemudian membuat sang pendiri, Van den Bosch, mendapatkan segelas Graff oleh raja Belanda saat itu.

Kebijakan tanam paksa jauh lebih keras dan kejam jika dibandingkan dengan praktek monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC (serikat buruh Belanda). Oleh karena itu, masa tanam paksa dapat dikatakan sebagai masa penjajahan yang paling eksploitatif yang dilakukan oleh pemerintah Belanda di Indonesia.

Kondisi Penanaman Paksa

Aturan atau ketentuan kebijakan sistem tanam paksa dirasakan sangat merugikan petani di desa-desa. Ketentuan yang berlaku bersifat mengikat, sehingga harus dilaksanakan oleh masyarakat, baik yang memiliki tanah maupun tidak. Dikutip dari wikipedia , ada 8 aturan tanam paksa yang harus diterapkan. Isi dari ketentuan tanam paksa adalah sebagai berikut:
  1. Setiap warga negara Indonesia wajib menyediakan lahan untuk pertanian sebanyak 1/5 dari total luas lahan atau tidak lebih dari 20%. Lahan tersebut digunakan untuk membudidayakan jenis komoditas tanaman tertentu.
  2. Tanah yang dicadangkan untuk penanaman dibebaskan dari pajak, karena hasil dari tanaman yang telah ditentukan sebelumnya dianggap sewa untuk pembayaran pajak.
  3. Bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian, wajib bekerja selama kurang lebih 1/5 hari dalam setahun di pabrik atau perkebunan milik pemerintah Belanda. 
  4. Waktu tanam wajib sampai masa panen adalah selama 3 bulan atau tidak melebihi waktu tanam padi.
Ketentuan lain sistem tanam paksa dapat dibaca disini : 8 Ketentuan sistem tanam paksa [Lengkap]

Pelaksanaan Penanaman Paksa

Lalu bagaimana dengan penerapan tanam paksa? Kebijakan tanam paksa dimulai pada tahun 1830. Dalam implementasinya, sistem tanam paksa lebih kejam daripada kebijakan monopoli perdagangan yang ditempuh VOC. Mengapa demikian? 

Pada masa-masa penjajahan VOC, para petani diwajibkan menjual hasil pertanian kepada pihak kongsi dagang Belanda dengan harga yang sudah ditentukan atau ditetapkan. Maka bisa disimpulkan VOC melakukan praktek monopoli perdagangan.
Sementara itu, pada masa tanam paksa petani diwajibkan menanam tanaman komoditas tertentu dan sekaligus menjual hasil pertanian tersebut kepada pihak Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan juga oleh pemerintah.

Maka dengan penjelasan tersebut dapat kita analisis bahwa pelaksanaan tanam paksa sangat merugikan petani-petani Indonesia saat itu. Selain merugi, dampak yang ditimbulkan juga sangat banyak. Salah satu contoh dampak tanam paksa adalah banyaknya orang-orang yang kelaparan.

Kenapa banyak yang kelaparan? hal ini karena produktivitas pertanian di bidang komoditas pangan menurun drastis, contohnya padi. Turunnya hasil pertanian padi dikarenakan kebijakan tanam paksa dengan aturan 20% tanaman harus wajib ditanamai komoditas lain. Selain itu, dalam pelaksanaannya banyak praktek penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan.

Penyimpangan Tanam Paksa

Dalam pelaksanaannya, kebijakan tanam paksa diawasi oleh para bupati yang ditugaskan sebagai pengawas atau mandor. Namun demikian, tetap terjadi penyimpangan terhadap aturan-aturan yang sudah ditetapkan.

Penyimpangan tanam paksa bukan berarti para petani yang melakukan pelanggaran, tetapi pelaksanaannya terlalu memberatkan petani dan beberapa ketentuan tanam paksa dilanggar oleh pemerintah Belanda. Berikut ini beberapa penyimpangannya, meliputi :
  1. Tanah yang diwajibkan untuk menanam tanaman komoditas tertentu melebihi 1/5 dari total luas tanah pertanian.
  2. Petani tetap dikenakan pajak tanah, walaupun sudah menanam tanaman wajib yang ditentukan.
  3. Dalam pelaksanaannya, jika terjadi gagal panen bukan tanggung jawab pemerintah Hindia Belanda melainkan petani.
  4. Kelebihan hasil pertanian tidak dikembalikan kepada petani.
Akibat penyimpangan sistem tanam paksa yang sudah disebutkan tersebut, maka banyak tokoh yang menentang kebijakan tanam paksa. Tokoh-tokoh yang dimaksud kebanyakan malah dari Belanda, dan beberapa diantaranya dari Indonesia sendiri.

Tokoh Penentang Tanam Paksa

Kebijakan tanam paksa yang sangat menguntungkan pihak Belanda ini menuai banyak protes. Hal ini karena dianggap hanya memberi untuk bagi perekonomian Belanda sementara petani Indonesia tetap dirugikan. Maka dari itu banyak tokoh yang menentang kebijakan tanam paksa. 

Tokoh penentang tanam paksa kebanyakan berasal dari golongan liberal dan golongan pendeta. Akibat banyaknya kritik, maka kebijakan tanam paksa diberhentikan pada tahun 1870. Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan Politik Etis atau politik balas budi.

Beberapa tokoh penentang tanam paksa contohnya seperti Van De Venter, Frans Van De Pute dan Baron Van Hovel. Salah satu dari tiga tokoh tersebut yakni Van de Venter merupakan pencetus ide politik etis, pemikirannya ini terkenal dengan sebutan Trilogy Van De Venter, isinya meliputi irigasi, edukasi dan emigrasi.

Tokoh lain yang menentang kebijakan tanam paksa dan bentuk-bentuk protesnya bisa kalian baca disini : 7 Tokoh Penentang Sistem Tanam Paksa

Dampak Tanam Paksa

Dampak tanam paksa bagi Indonesia tentu sangat merugikan bagi petani dan pemilik tanah maupun yang tidak mempunyai tanah. Sebaliknya, dampak tanam paksa bagi Belanda hanya menguntungkan dan memakmurkan negeri Belanda.

Adapun dampak sistem tanam paksa dibagi menjadi beberapa bidang, yakni dalam bidang pertanian, sosial, dan ekonomi setra dikelompokkan menjadi dampak positif dan negatif. Berikut ini dampak pelaksanaan tanam paksa dari ketiga bidang tersebut, antara lain :

1. Dampak Bidang Ekonomi
Dibidang ekonomi, kebijakan tanam paksa mengharuskan rakyat untuk menyerahkan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman wajib. Sewa menyewa tanah ini dilakukan secara paksa, sehingga membuat petani rugi.

Sementara itu, hasil pertanian tanaman ekspor bertambah namun hasil dari produksi tanaman tidak menguntungkan petani karena untuk keperluan membayar sewa tanah. Selain itu, adanya tanam paksa membuat perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia.

2. Dampak di Bidang Pertanian
Tanaman ekspor yang semula tidak populer kemudian banyak ditanami oleh petani. Jenis tanaman ini disebut dengan komoditi pendatang, contohnya seperti tebu, teh dan kopi. Tanaman jenis ini sebelumnya hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman saja.

Namun dengan adanya kebijakan tanam paksa membuat tanaman ini berkembang secara cepat dan luas. Namun akibat peralihan dari tanaman tradisional ke tanaman komoditas ekspor membuat hasil pertanian padi menurun sehingga menyebabkan banyak kelaparan, contoh kasusnya seperti di Jawa.

3. Dampak di Bidang Sosial
Dampak tanam paksa dibidang sosial yaitu mengakibatkan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduk dan terjadinya keterbelakangan. Hal ini disebabkan karena homogenitas ekonomi dan sosial yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah.

Jika dampak atau pengaruh kebijakan tanam paksa diatas kurang lengkap, bisa kalian baca pembahasan analisis lebih detail disini : Dampak Positif dan Negatif Tanam Paksa Bagi Indonesia

Kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah menuai kritik banyak pihak dan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870 dan Undang-Undang Gula pada tahun yang sama. Dengan demikian, kebijakan tanam paksa berakhir dan berlangsung selama kurang lebih 40 tahun. 

Abad ke 19 disebut dengan masa-masa tanam paksa, walaupun dalam pelaksanaannya tidak dilakukan selama satu abad penuh. Hal ini karena dampak yang dirugikan sangat dirasakan oleh rakyat dan hanya menguntungkan Belanda.

Berakhirnya sistem tanam paksa membuat banyak pihak menyarankan agar Belanda membalas dengan mengembalikan kekayaan yang diperoleh ke Indonesia. Nah, dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah kolonial Hindia Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan Politik Etis atau politik timbal balik. Lalu, bagaimana implementasinya?

Bagikan ke teman Anda:
Tags : 

Terkait: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Tujuan, Ketentuan, Pelaksanaan dan Dampak

Nama Guru .  Sumono

Materi sejarah

Materi Sejarah Kelas 12 IPS Semester 1 BAB 4 BAB 4 PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA  DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN DEMOKRASI LIB...