Kamis, 29 Agustus 2019

Uji blok kls xA5 dan xA6

Jawablah pertanyaan di bawah ini dgn benar!


1. Jelaskan konsep berpukir diakronik?
2.Jelaskan konsep berpikir sinkronik?
3.Jelaskan pengertian konsep ruang dan waktu
4.Berikan contoh peristiwa sejarah diakronik dan sinkronik?
5.didalam waktu ada 4 hal yang harus diketahui sebutkan dan jelaskan?

Rabu, 28 Agustus 2019

kls x




Perkembangan Teknologi
Sekalipun   belum   mengenal tulisan  manusia  purba  sudah  mengembangkan kebudayaan dan teknologi.  Teknologi waktu  itu  bermula  dari  teknologi  bebatuan yang digunakan sebagai  alat untuk  memenuhi kebutuhan.  Dalam praktiknya  peralatan atau  teknologi  bebatuan tersebut dapat berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal alat yang digunakan masih bersifat kebetulan dan seadanya  serta bersifat trial and eror. Mula-mula  mereka  hanya  menggunakan benda-benda dari  alam terutama batu.  Teknologi bebatuan pada  zaman  ini berkembang dalam  kurun  waktu  yang  begitu  panjang. Oleh karena  itu,  para ahli kemudian  membagi  kebudayaan zaman  batu  di era pra-aksara ini menjadi  beberapa zaman atau tahap perkembangan. Dalam buku R. Soekmono,   Pengantar  Sejarah  Kebudayaan  Indonesia  I, dijelaskan bahwa  kebudayaan zaman  batu  ini dibagi menjadi  tiga yaitu, Paleolitikum, Mesolitikum  dan Neolitikum.

1. Antara Batu dan Tulang
Peralatan pertama yang digunakan oleh manusia purba adalah alat-alat dari batu yang seadanya  dan juga dari tulang.  Peralatan ini berkembang pada zaman Paleolitikum atau zaman batu tua. Zaman batu  tua  ini bertepatan dengan zaman  Neozoikum terutama pada akhir zaman Tersier dan awal zaman Quartair. Zaman ini berlangsung sekitar  600.000 tahun   yang  lalu.  Zaman  ini merupakan  zaman yang sangat  penting  karena  terkait  dengan munculnya  kehidupan baru,  yakni munculnya  jenis manusia  purba.  Zaman  ini dikatakan zaman  batu  tua  karena  hasil kebudayaan terbuat dari batu  yang relatif masih sederhana dan kasar. Kebudayaan  zaman Paleolitikum ini secara umum  ini terbagi  menjadi Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan  Ngandong.
a.       Kebudayaan Pacitan
Kapak perimbas (chopper) dan kapak genggam (hand  adze)
 
Kebudayaan  ini berkembang di daerah  Pacitan, Jawa Timur. Beberapa  alat  dari  batu  ditemukan di  daerah   ini. Seorang  ahli, von Koeningwald dalam penelitiannya pada tahun 1935 telah menemukan beberapa hasil teknologi  bebatuan atau  alat-alat  dari batu di Sungai Baksoka dekat Punung. Alat batu itu masih k asar, dan bentuk  ujungnya agak runcing, tergantung kegunaannya. Alat batu in i sering  disebut  dengan kapak  genggam atau  kapak  perimbas. Kapak ini digunakan untuk menusuk  binatang atau menggali tanah saat mencari umbi-umbian. Di samping  kapak perimbas,  di Pacitan juga ditemukan alat batu yang disebut dengan chopper sebagai alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat  serpih. Alat-alat  itu oleh  Koeningswald    digolongkan  sebagai  alat- alat  “paleolitik”,   yang  bercorak   “Chellean”,  yakni  suatu   tradisi yang berkembang pada  tingkat  awal paleolitik di Eropa. Pendapat Koeningswald ini kemudian  dianggap kurang tepat setelah  Movius berhasil menyatakan temuan di Punung  itu sebagai salah  satu  corak  perkembangan kapak  perimbas   di  Asia Timur. Tradisi kapak  perimbas  yang  ditemukan di Punung  itu kemudian dikenal dengan nama “Budaya Pacitan”. Budaya itu dikenal sebagai tingkat perkembangan budaya batu  awal di Indonesia.
Kapak  perimbas  itu  tersebar  di wilayah  Sumatera   Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Flores, dan Timor.  Daerah Punung merupakan daerah yang  terkaya  akan  kapak  perimbas dan   hingga saat ini merupakan tempat penemuan  terpenting di Indonesia.  Pendapat para  ahli condong kepada  jenis manusia Pithecanthropus atau keturunan-keturunannya sebagai pencipta budaya Pacitan.


b.      Kebudayaan Ngadong
Kebudayaan  Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan  juga  Sidorejo,  dekat  Ngawi.  Di daerah   ini banyak  ditemukan alat-alat  dari batu  dan  juga alat-alat  dari tulang.  Alat-alat dari tulang  ini berasal  dari tulang binatang dan tanduk  rusa yang diperkirakan   digunakan   sebagai penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan  juga  alat-alat seperti  tombak  yang  bergerigi.  Di Sangiran  juga  ditemukan alat-alat  dari batu,  bentuknya indah  seperti  kalsedon.  Alat- alat ini sering disebut dengan flake. Sebaran   artefak   dan  peralatan  paleolitik  cukup  luas sejak dari daerah-daerah di Sumatra,  Kalimantan,  Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur  (NTT), dan Halmahera.

2. Antara Pantai dan Gua
Zaman   batu  terus   berkembang  memasuki zaman batu madya  atau  batu  tengah yang  dikenal zaman  Mesolitikum. Hasil kebudayaan batu madya ini sudah lebih maju apabila dibandingkan hasil kebudayaan zaman  Paleolitikum (batu  tua). Sekalipun demikian,  bentuk  dan  hasil-hasil kebudayaan zaman  Paleolitikum tidak serta merta punah tetapi mengalami penyempurnaan. Bentuk flake  dan  alat-alat  dari  tulang  terus  mengalami  perkembangan. Secara garis besar kebudayaan Mesolitikum ini terbagi menjadi dua kelompok besar yang ditandai  lingkungan  tempat tinggal, yakni di pantai dan di gua.
a.       Budaya Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger istilah dari bahasa  Denmark, kjokken  berarti dapur  dan  modding dapat   diartikan  sampah   (kjokkenmoddinger = sampah  dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan tumpukan timbunan kulit siput dan kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara  Langsa di Aceh sampai Medan. Dengan kjokkenmoddinger ini dapat   me  mberi  informasi  bahwa   manusia purba   zaman   Mesolitikum   umumnya   bertempat  tinggal  di  tepi pantai.  Pada tahun  1925 Von Stein Callenfals melakukan  penelitian di bukit kerang itu dan menemukan jenis kapak genggam (chopper) yang berbeda dari chopper yang ada di zaman Paleolitikum. Kapak genggam yang ditemukan di bukit kerang  di pantai  Sumatra Timur ini diberi nama  pebble  atau  lebih dikenal dengan Kapak Sumatra. Kapak jenis pebble ini terbuat dari batu kali yang pecah, sisi luarnya dibiarkan begitu saja dan sisi bagian dalam dikerjakan sesuai dengan keperluannya. Di samping  kapak jenis pebble  juga ditemukan jenis kapak  pendek  dan  jenis batu  pipisan  (batu-batu alat penggiling). Di Jawa  batu  pipisan ini umumnya  untuk  menumbuk dan menghaluskan jamu.







                              

                                       Kapak Genggam
 

 












b.      Kebudayaan Abris Sous Roche
Kebudayaan  abris sous  roche  merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia purba  pendukung kebudayaan ini tinggal di gua-gua. Kebudayaan ini pertama kali dilakukan  penelitian  oleh  Von Stein Callenfels di Gua Lawa dekat  Sampung,  Ponorogo.  Penelitian dilakukan  tahun 1928   sampai   1931.   Beberapa   hasil  teknologi   bebatuan   yang ditemukan misalnya ujung  panah,  flakke,  batu  penggilingan. Juga ditemukan alat-alat  dari tulang  dan tanduk  rusa. Kebudayaan  abris sous roche ini banyak  ditemukan misalnya di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah  Sulawesi Selatan seperti di Lamoncong

Materi sejarah

Materi Sejarah Kelas 12 IPS Semester 1 BAB 4 BAB 4 PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA  DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN DEMOKRASI LIB...