Jumat, 14 Agustus 2020

 

materi kelas XI

Kebijakan Pemerintah Kolonial Di Indonesia Pada Abad Ke-19

Pada tahun 1806 Napoleon telag membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Koninkrijk Holland (Kerajaan Belanda). Kemudian Napoleon juga menempatkan adiknya yakni Louis Napoleon menjadi Penguasa di Belanda. Lalu sementara itu, wilayah Indonesia sedang berada dibawah ancaman Inggris yang berkuasa di India. Maka untuk itu Napoleon telah mengangkat Deandles untuk memerintah Indonesia. Dan tugas utamanya adalah mempertankan Pulau Jawa agar tidak di kuasai oleh Inggris.

A.Masa Pemerintahan Deandels (1808 – 1811)

Deandels menggunakan Konsep baru dalam mempin pemerintahan, seperti berikut ini :
  1. Pertahanan : kebijakan yang dilakukan, misalnya menambah jumlah prajurit dari suku-suku bangsa di Indonesia, membangun benteng di beberapa kota dan pusat Pertahan di Kalijati, Bandung, dan membangun jalan raya dari Anyar hingga Penarukan untuk lalu lintas pertahanan dan perekonomian.
  2. Ekonomi dan Keuangan : kebijakan yang dilakukan diantaranya adalah membetuk Dewan Pengawas Keuangan Negara (Algemene Rekenkaer) dan sistem pemberantasan korupsi dengan keras, pajak ini natura (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang diterapkan pada zaman VOC tetap dilanjutkan,bahkan di perberat, mengadakan Preanger Stelsel, yakni kewajiban bagi rakyat Priangan dan sekitarnya untuk menanam tanaman ekspor (kopi).
  3. Pemerintahan dan Hukum : kebijakan yang di lakukan misalnya seperti membetuk skretariat Negara untuk membereskan administrasi Negara, para dijadikan pegawai pemerintahan (digaji), memindahkan pemerintahan dari Sunda Kelapa ke Walterreden (Sekarang Gedung Mahkamah Agung DI Jakarta),pulau jawa dibagi menjadi Sembilan perfec/wilayah, dan membangun kantor-kantor pengadilan.
  4. Sosial : kebijakan yang dilakukan adalah melakukan kerja rodi untuk membangun jakan Anyar hingga Penarukan, menghapus upacara penghormatan kepada presiden, sunan, atau sultan, membuat jaringan pis distrik dengan menggunakan kuda  pos. Pada tahun 1811 Deandels akhirnya ditarik ke Eropa dan kedudukannya digantikan oleh Jeansens yang awalnya bertugas di Tanjung Harapan (Afrika Selatan). Namun tidak lama setelah Jeansens memerintah, Inggris melakukan serangan atas wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Pada tanggal 11 September 1811 kedudukan Jeansens terdesak sehingga ia terpaksa menyerah. Dan Jeansens pun terpaksa menandatangani perjanjian damai yang disebut dengan Kapitulasi Tuntang.

B. Kekuasaan Inggris Di Indonesia (Masa Pemerintahan Raffles)

Setelah berhasil menguasai wilayah Indonesia maka untuk mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia, Inggris telah menugaskan Thomas Standford Raffles sebagai letnan gubernur di Indonesia. Pada masa kekuasaanya, kebijakan-kebijakan yang diterapkan antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Pemerintahan : kebijakan yang dilakukan adalah membagi Pulau Jawa menjadi 16 keresidenan, para bupati dijadikan pegawai negeri (digaji), serta melarang kerja paksa dan perbudakan.
  2. Ekonomi dan Keuangan : kebijakan yang dilakukan antara lain adalah mengadakan perdagangan bebas, mengadakan penanaman kopi dan penjualan tanah kepada swasta, mengadakan landrente (sewa tanah), dan melakukan monopoli garam dan minuman keras.
  3. Social : kebijakan yang dilakukan antara lain adalah menghapus rodi, menghapus perbudakan, dan peniadaan pynbank (disakiti), yakni adalah hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau.

Pada masa pemerintahannya, Raffles tidak hanya berkecimpung dalam bidang pemerintahan (politik). Namun melinkan Raffles juga berkecimpung dalam mengembangkan kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dan kegiatan ilmu pengetahuan yang menonjol adalah membangun gedung Harmoni untuk lembaga ilmu pengetahuan Bataviache, Genootshap, menulis buku “Historis of Java” yang berisikan tentang kebudayaan jawa, serta bersama istrinya, yakni Olivia Marianne merintis pendirian Kebun Raya Bogor.

C. Sistem Cultuur Stelsel Di Indonesia

Berdasarkan dari hasil konversi London pada tahun 1814 meka Inggris kembali menyerahkan wilayah Indonesia kepada pemerintahan Kerajaan Belanda. Untuk itu pemerintahan Kerajaan Belanda membentuk Komisaris Jenderal yang beranggotakan Ellout, Buyskes, dan Van der Capellen. Diantaranya ada tiga komisaris Jenderal yakni Van der capellen pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang berupaya mengeruk kekayaan bangsa Indonesia dengan sebanyak mungkin. Dan tujuannya adalah untuk membayar utang-utang Belanda yang cukup besar selama perang. Namun pemerintahan Van der Cepellen (1817 – 1830)telah gagal karena Belanda tetap mengalami kesulitan ekonomi. Dan akhirnya, Van der Capellen digantikan oleh Johannes van den bosch sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Upaya yang dilakukan oleh van den Bosch untuk mencukupi kebutuhan keuangan pemerintahannya dan juga untuk mengisi kas Negara Belada yang kosong adalah melaksanakan cultuur stelsel (sistem tanam paksa).
Berbagai penderitaan akibat pelaksanaan tanam paksa telah mendorong munculnya reaksi penetangan baik di bangsa Indonesia meupun dari tokoh-tokoh berkebangsaan Belanda. Dan reaksi yang datang dari rakyat Indonesia adalah terjadinya terjadinya pelawanan di Pasuruhan pada tahun 1833 dan pada tahun 1846 oleh para pekerja di berbagai perkebunan tembakau dengan melakukan perusakan terhadap tanaman tembakau. Adapun reaksi dari bangsa Belanda yang datang dari Baron van Houvel yakni seorang pendeta yang kemudian ikut memperjuangkan penghapusan cultuur stelsel di parleman Belanda. Dan tokoh penentang lain adalah Eduard Dowes Dekker (multatuli) dengan cara menulis pada sebuah buku dengan judul “Max Havelaar”. Dan Frans van de Putte dengan menuliskan buku dengan judul “Suiker Constracten” (Kontrak-Kontrak Gula).
Setelah mendapatkan protes dari berbagai kalangan Belanda, dan akhirnya sistem tanam paksa dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar pulau Jawa masih terus berlangsung hingga 1915. Dan program yang dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870

kelas XII

 

setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia langsung membentuk kelengkapan negara melalui sidang PPKI. Berbagai kelengkapan negara tersebut dibentuk dengan tujuan menyelenggarakan pemerintahan yang berdaulat. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia belum dapat menyelenggarakan pemerintahan dengan baik karena kedatangan Belanda yang ingin menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melakukan beberapa kebijakan politik untuk mengatasi masalah tersebut. Adapun kebijakan politik Indonesia sebagai berikut.
1. Perubahan Fungsi KNIP
Salah satu hasil dari sidang PPKI adalah membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI). Komite Nasional Indonesia dibentuk pada tanggal 22 Agustus 1945. Komite Nasional Indonesia di tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sedangkan di tingkat kewedanan disebut Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID). KNIP dibentuk denga tujuan membantu tugas presiden dalam menjalankan pemerintahan hingga terbentuknya MPR dan DPR.

Dalam perkembangannya, terjadi perubahan fungsi KNIP terkait hubungannya dengan lembaga kepresidenan. Perubahan tersebut didasari ketidakpuasan Sutan Sjahrir terhadap sistem kabinet presidensial. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Oktober 1945 Sutan Sjahrir, Amir Syarifuddin, Supeno, Sukarni, Ir. Sakirman, dan Manunsarkoro mengajukan petisi kepada Soekarno-Hatta. Isi petisi tersebut antara lain tuntutan pemberian status Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada KNIP. Sebagai tindak lanjut dari petisi tersebut KNIP mengadakan rapat pleno pada tanggal 16 Oktober 1945.
Soekarno dan Hatta menyetujui petisi tersebut karena sesuai dengan prinsip pengembangan lembaga-lembaga negara yang demokratis. Akhirnya, Wakil Presiden Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang isinya sebagai berikut.
a. Komite Nasional Indonesia Pusat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat.
b. Pekerjaan sehari-hari Komite Nasional Indonesia Pusat dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat.

Sebagai tindak lanjut dari keluarnya Maklumat X Tahun 1945, KNIP kembali mengadakan sidang pada tanggal 17 Oktober 1945. Dalam sidang tersebut dihasilkan keputusan mengenai pembentukan Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) yang dipimpin oleh Sultan Sjahrir. BP-KNIP beranggotakan lima belas orang yang bertugas melakukan tugas sehari-hari KNIP.
2. Mengubah Sistem Pemerintahan
Pada awal kemerdekaan pemerintah Indonesia menerapkan sistem pemerintah presidensial. Presiden Soekarno melalui sidang PPKI membentuk kementerian dan menteri-menteri yang duduk dalam kabinetnya. Seiring keluarnya Maklumat X Tahun 1945, sistem pemerintah Indonesia bergeser ke sistem parlementer. Selain itu, KNIP menjadi lembaga yang sangat representatif dalam menampung aspirasi rakyat. Selanjutnya, pada tanggal 14 November 1945 dibentuk kabinet parlementer di bawah pimpinan Perdana Menteri Sultan Sjahrir. Dengan demikian, presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Sementara itu, pemerintahan dijalankan oleh perdana menteri.

3. Membentuk Partai Politik
Pada awal kemerdekaan Soekarno mengajukan usulan mengenai pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai satu-satunya partai di Indonesia. Pembentukan PNI sebagai wadah untuk memperkuat persatuan bangsa. Presiden Soekarno juga menyatakan bahwa PNI akan menjadi motor perjuangan rakyat dalam segala urusan. Meskipun demikian, pembentukan PNI sebagai partai negara ini mendapatkan penolakan dari berbagai pihak.

Penolakan pembentukan PNI disebabkan oleh berbagai masalah. PNI dianggap sangat "berbau" Jawa Hokokai sebab sebagian besar anggotanya adalah orang-orang yang dahulu duduk dalam organisasi buatan Jepang. Selain itu, PNI tidak mewakili segenap golongan dalam masyarakat. Sutan Sjahrir bahkan menanggap pembentukan PNI sebagai partai tunggal identik dengan partai Nazi di Jerman dan partai Fasis di Italia. Ia juga menganggap bahwa pembentukan PNI bertentangan dengan paham demokrasi yang diterapkan di Indonesia.
Usulan pembentukan PNI sebagai partai tunggal akhirnya dibatalkan. Selanjutnya BP-KNIP mengajukan usulan agar pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Usulan tersebut ditanggapi pemerintah dengan mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Maklumat yang ditandatangani Wakil Presiden Moh. Hatta ini berisi ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
a. Pemerintah memberi kesempatan kepada rakyat untuk membentuk partai-partai politik. Pemerintah berharap partai-partai politik tersebut mampu menyatukan seluruh aliran dalam masyarakat ke jalan yang teratur.
b. Pemerintah berharap agat partai-partai politik telah tersusun sebelum pelaksanaan pemilihan anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1946.

Adapun partai-partai yang terbentuk setelah Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia (PBI), Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Persatuan Indonesia Raya (PIR).
4. Perpindahan Ibu Kota Negara
Jakarta secara resmi menjadi pusat pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan. Dalam perkembangannya, kedatangan sekutu di Jakarta membuat kondisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia menjadi kurang kondusif. Selain itu, kedatangan sekutu dan NICA mengancam keselamatan para pemimpin Indonesia. Presiden Soekarno berpindah-pindah tempat karena diburu oleh pasukan intel Belanda.

Menyadari kondisi tersebut, para pemimpin Indonesia mencari cara untuk menyelamatkan pemerintahan Indonesia. Tan Malaka mengusulkan agar pemerintahan Indonesia untuk sementara waktu dipindah ke luar Jakarta. Moh. Hatta mengusulkan Yogyakarta sebagai tempat berlindung bagi pemerintahan Indonesia. Yogyakarta dipilih karena kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Yogyakarta yang mendukung pemerintahan Indonesia. Selain itu, rakyat Yogyakarta dapat dikendalikan secara penuh oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Pada tanggal 2 Januari 1946 Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirim kurirnya ke Jakarta untuk menyatakan kesediaannya menerima pemimpin Republik Indonesia di Yogyakarta. Selanjutnya, pada tanggal 4 Januari 1946 Soekarno-Hatta beserta pemimpin Republik Indonesia lainnya hijrah ke Yogyakarta. Sejak saat itulah ibu kota Indonesia secara resmi bepindah ke Yogyakarta.


Materi sejarah

Materi Sejarah Kelas 12 IPS Semester 1 BAB 4 BAB 4 PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA  DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN DEMOKRASI LIB...