Kamis, 28 Oktober 2021

Asal usul nenek moyang indonesia

 Bangsa Indonesia terdiri dari ribuan suku yang mempunyai perbedaan dan karakter tersendiri.

Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk dalam ras Austronesia atau rumpun Melayu.

Persebarannya diperkirakan dari Tibet menuju ke Selatan, di mana terdapat dua pusat persebaran bangsa yang masuk ke Indonesia.

Pertama, bangsa dari daerah Yunnan di Cina selatan yang kemudian disebut sebagai bangsa Proto Melayu atau Melayu Tua.

Kedua, bangsa dari daratan Dongson di Vietnam Utara yang disebut sebagai Deutero Melayu atau Melayu tua.

Selain itu, masih banyak teori bermunculan terkait asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia.

Beberapa di antaranya dikemukakan oleh para ahli sejarah, yang mempunyai pendapat dan alasan masing-masing.

Berikut teori asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia menurut para ahli:

Drs. Moh. Ali

Drs. Moh. Ali berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan yang datang secara bergelombang.

Gelombang pertama dari tahun 3000-1500 SM dengan ciri-ciri kebudayaan Neolitikum menggunakan perahu bercadik .






Senin, 25 Oktober 2021

Materi kelas xi

 l pada dasarnya adalah sistem budidaya. Dalam pelaksanaan tanam paksa dengan aturan yang berlaku, namun banyak dilanggar oleh pemerintah kolonial hingga merugikan rakyat (petani), maka para sejarawan sering menggunakan istilah tersebut dengan menyebutnya “sistem tanam paksa”.

Penanaman Paksa
Penerapan kebijakan sistem tanam paksa tentu memiliki tujuan tersendiri bagi Belanda. Tujuan penanaman paksa  pada dasarnya hanya untuk mengisi kekosongan khas yang disebabkan oleh kerugian selama perang di berbagai daerah, seperti Perang Diponegoro dan Perang Paderi .

Penanaman Paksa

Sistem tanam paksa merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosche . Berikut ini penjelasan terkait sejarah tanam paksa secara lengkap dan jelas, meliputi pengertian, latar belakang, tujuan, peraturan perundang-undangan, pelaksanaan, penyimpangan, tokoh oposisi dan dampak positif dan negatifnya.

Arti Tanam Paksa

Pengertian Tanam Paksa ( Cultuurstelsel ) adalah kebijakan yang mewajibkan setiap desa dan petani menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanami tanaman wajib yang dijual di pasar ekspor internasional. Misalnya, tanaman yang dimaksud adalah tebu, kopi, teh dan tarum.

Tanaman ini kemudian sangat populer di pasar internasional, terutama di Eropa. Dengan membeli tanaman dengan harga murah yang ditetapkan dalam ketentuan, maka pemerintah kolonial Belanda memperoleh keuntungan yang banyak dan melimpah. 

Sebenarnya pengertian Cultuurstelse adalah sistem kultivasi, namun karena aturan yang mengikat dan memaksa maka disebut sistem kultivasi paksa oleh lawan-lawannya. Kebijakan ini juga merugikan masyarakat yang tidak memiliki tanah, karena mereka harus bekerja selama 75 hari atau 20% dari jumlah hari dalam setahun.

Latar Belakang Penanaman Paksa

Apa alasan atau latar belakang dikeluarkannya kebijakan tanam paksa? Latar belakang tanam paksa terbagi menjadi dua, yaitu dari dalam dan luar. Penyebab dari dalam antara lain:
  • Pertama, pendapatan khas Hindia Belanda semakin menipis, terutama dalam bentuk uang. Pasalnya, pemerintah kolonial hanya mengandalkan kopi sebagai komoditas utama ekspor.
  • Kedua, kerugian akibat perang besar yang terjadi saat itu, yaitu Perang Diponegoro dan Perang Paderi. Dalam perang itu, kerugian Belanda diperkirakan mencapai puluhan juta gulden. Kedua perang ini benar-benar sangat sulit ditaklukkan oleh Belanda sehingga ditambahkan produksi khusus.
  • Ketiga,  latar belakang penanaman paksa selanjutnya adalah kegagalan Belanda dalam menerapkan pemikiran liberal di Indonesia.

Tujuan Penanaman Paksa

Seperti disebutkan di atas, tujuan penanaman paksa adalah untuk mengisi kekosongan khas Belanda. Selain itu, adanya tanam paksa membuat Belanda makmur dan sejahtera. Keberhasilan kebijakan ini kemudian membuat sang pendiri, Van den Bosch, mendapatkan segelas Graff oleh raja Belanda saat itu.

Kebijakan tanam paksa jauh lebih keras dan kejam jika dibandingkan dengan praktek monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC (serikat buruh Belanda). Oleh karena itu, masa tanam paksa dapat dikatakan sebagai masa penjajahan yang paling eksploitatif yang dilakukan oleh pemerintah Belanda di Indonesia.

Kondisi Penanaman Paksa

Aturan atau ketentuan kebijakan sistem tanam paksa dirasakan sangat merugikan petani di desa-desa. Ketentuan yang berlaku bersifat mengikat, sehingga harus dilaksanakan oleh masyarakat, baik yang memiliki tanah maupun tidak. Dikutip dari wikipedia , ada 8 aturan tanam paksa yang harus diterapkan. Isi dari ketentuan tanam paksa adalah sebagai berikut:
  1. Setiap warga negara Indonesia wajib menyediakan lahan untuk pertanian sebanyak 1/5 dari total luas lahan atau tidak lebih dari 20%. Lahan tersebut digunakan untuk membudidayakan jenis komoditas tanaman tertentu.
  2. Tanah yang dicadangkan untuk penanaman dibebaskan dari pajak, karena hasil dari tanaman yang telah ditentukan sebelumnya dianggap sewa untuk pembayaran pajak.
  3. Bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian, wajib bekerja selama kurang lebih 1/5 hari dalam setahun di pabrik atau perkebunan milik pemerintah Belanda. 
  4. Waktu tanam wajib sampai masa panen adalah selama 3 bulan atau tidak melebihi waktu tanam padi.
Ketentuan lain sistem tanam paksa dapat dibaca disini : 8 Ketentuan sistem tanam paksa [Lengkap]

Pelaksanaan Penanaman Paksa

Lalu bagaimana dengan penerapan tanam paksa? Kebijakan tanam paksa dimulai pada tahun 1830. Dalam implementasinya, sistem tanam paksa lebih kejam daripada kebijakan monopoli perdagangan yang ditempuh VOC. Mengapa demikian? 

Pada masa-masa penjajahan VOC, para petani diwajibkan menjual hasil pertanian kepada pihak kongsi dagang Belanda dengan harga yang sudah ditentukan atau ditetapkan. Maka bisa disimpulkan VOC melakukan praktek monopoli perdagangan.
Sementara itu, pada masa tanam paksa petani diwajibkan menanam tanaman komoditas tertentu dan sekaligus menjual hasil pertanian tersebut kepada pihak Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan juga oleh pemerintah.

Maka dengan penjelasan tersebut dapat kita analisis bahwa pelaksanaan tanam paksa sangat merugikan petani-petani Indonesia saat itu. Selain merugi, dampak yang ditimbulkan juga sangat banyak. Salah satu contoh dampak tanam paksa adalah banyaknya orang-orang yang kelaparan.

Kenapa banyak yang kelaparan? hal ini karena produktivitas pertanian di bidang komoditas pangan menurun drastis, contohnya padi. Turunnya hasil pertanian padi dikarenakan kebijakan tanam paksa dengan aturan 20% tanaman harus wajib ditanamai komoditas lain. Selain itu, dalam pelaksanaannya banyak praktek penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan.

Penyimpangan Tanam Paksa

Dalam pelaksanaannya, kebijakan tanam paksa diawasi oleh para bupati yang ditugaskan sebagai pengawas atau mandor. Namun demikian, tetap terjadi penyimpangan terhadap aturan-aturan yang sudah ditetapkan.

Penyimpangan tanam paksa bukan berarti para petani yang melakukan pelanggaran, tetapi pelaksanaannya terlalu memberatkan petani dan beberapa ketentuan tanam paksa dilanggar oleh pemerintah Belanda. Berikut ini beberapa penyimpangannya, meliputi :
  1. Tanah yang diwajibkan untuk menanam tanaman komoditas tertentu melebihi 1/5 dari total luas tanah pertanian.
  2. Petani tetap dikenakan pajak tanah, walaupun sudah menanam tanaman wajib yang ditentukan.
  3. Dalam pelaksanaannya, jika terjadi gagal panen bukan tanggung jawab pemerintah Hindia Belanda melainkan petani.
  4. Kelebihan hasil pertanian tidak dikembalikan kepada petani.
Akibat penyimpangan sistem tanam paksa yang sudah disebutkan tersebut, maka banyak tokoh yang menentang kebijakan tanam paksa. Tokoh-tokoh yang dimaksud kebanyakan malah dari Belanda, dan beberapa diantaranya dari Indonesia sendiri.

Tokoh Penentang Tanam Paksa

Kebijakan tanam paksa yang sangat menguntungkan pihak Belanda ini menuai banyak protes. Hal ini karena dianggap hanya memberi untuk bagi perekonomian Belanda sementara petani Indonesia tetap dirugikan. Maka dari itu banyak tokoh yang menentang kebijakan tanam paksa. 

Tokoh penentang tanam paksa kebanyakan berasal dari golongan liberal dan golongan pendeta. Akibat banyaknya kritik, maka kebijakan tanam paksa diberhentikan pada tahun 1870. Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan Politik Etis atau politik balas budi.

Beberapa tokoh penentang tanam paksa contohnya seperti Van De Venter, Frans Van De Pute dan Baron Van Hovel. Salah satu dari tiga tokoh tersebut yakni Van de Venter merupakan pencetus ide politik etis, pemikirannya ini terkenal dengan sebutan Trilogy Van De Venter, isinya meliputi irigasi, edukasi dan emigrasi.

Tokoh lain yang menentang kebijakan tanam paksa dan bentuk-bentuk protesnya bisa kalian baca disini : 7 Tokoh Penentang Sistem Tanam Paksa

Dampak Tanam Paksa

Dampak tanam paksa bagi Indonesia tentu sangat merugikan bagi petani dan pemilik tanah maupun yang tidak mempunyai tanah. Sebaliknya, dampak tanam paksa bagi Belanda hanya menguntungkan dan memakmurkan negeri Belanda.

Adapun dampak sistem tanam paksa dibagi menjadi beberapa bidang, yakni dalam bidang pertanian, sosial, dan ekonomi setra dikelompokkan menjadi dampak positif dan negatif. Berikut ini dampak pelaksanaan tanam paksa dari ketiga bidang tersebut, antara lain :

1. Dampak Bidang Ekonomi
Dibidang ekonomi, kebijakan tanam paksa mengharuskan rakyat untuk menyerahkan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman wajib. Sewa menyewa tanah ini dilakukan secara paksa, sehingga membuat petani rugi.

Sementara itu, hasil pertanian tanaman ekspor bertambah namun hasil dari produksi tanaman tidak menguntungkan petani karena untuk keperluan membayar sewa tanah. Selain itu, adanya tanam paksa membuat perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia.

2. Dampak di Bidang Pertanian
Tanaman ekspor yang semula tidak populer kemudian banyak ditanami oleh petani. Jenis tanaman ini disebut dengan komoditi pendatang, contohnya seperti tebu, teh dan kopi. Tanaman jenis ini sebelumnya hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman saja.

Namun dengan adanya kebijakan tanam paksa membuat tanaman ini berkembang secara cepat dan luas. Namun akibat peralihan dari tanaman tradisional ke tanaman komoditas ekspor membuat hasil pertanian padi menurun sehingga menyebabkan banyak kelaparan, contoh kasusnya seperti di Jawa.

3. Dampak di Bidang Sosial
Dampak tanam paksa dibidang sosial yaitu mengakibatkan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduk dan terjadinya keterbelakangan. Hal ini disebabkan karena homogenitas ekonomi dan sosial yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah.

Jika dampak atau pengaruh kebijakan tanam paksa diatas kurang lengkap, bisa kalian baca pembahasan analisis lebih detail disini : Dampak Positif dan Negatif Tanam Paksa Bagi Indonesia

Kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah menuai kritik banyak pihak dan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870 dan Undang-Undang Gula pada tahun yang sama. Dengan demikian, kebijakan tanam paksa berakhir dan berlangsung selama kurang lebih 40 tahun. 

Abad ke 19 disebut dengan masa-masa tanam paksa, walaupun dalam pelaksanaannya tidak dilakukan selama satu abad penuh. Hal ini karena dampak yang dirugikan sangat dirasakan oleh rakyat dan hanya menguntungkan Belanda.

Berakhirnya sistem tanam paksa membuat banyak pihak menyarankan agar Belanda membalas dengan mengembalikan kekayaan yang diperoleh ke Indonesia. Nah, dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah kolonial Hindia Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan Politik Etis atau politik timbal balik. Lalu, bagaimana implementasinya?

Bagikan ke teman Anda:
Tags : 

Terkait: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Tujuan, Ketentuan, Pelaksanaan dan Dampak

Nama Guru .  Sumono

Kamis, 21 Oktober 2021

Materi kelas x

 Sejarah Candi Borobudur

Candi Borobudur adalah salah satu tempat yang bersejarah yang memiliki memiliki catatan sejarah yang panjang. Candi Borobudur dibangun pada saat pemerintahan dinasti Syailendra saat diamana banyaknya pengikut ajaran agama Buddha Mahayana. Setelah ini akan kita bahas mengenai sejarah asal usul dibangunnya Candi Borobudur, mulai dari awal mula berdirinya hingga penemuannya kembali dan bagaimana proses pemugaran Candi Borobudur kembali.

Asal Usul Candi Borobudur

Nama Candi Borobudur berasal dari dua kata yaitu bara dan budur. Dalam istilahnya, bara memiliki arti kompleks biara dan kata budur yang mempunyai arti atas. Jika digabungkan menjadi kata barabudur yang dibaca borobudur yang berarti kompleks biara di atas.

Candi Borobudur terletak tepat di atas sebuah bukit sebagai komplek biara yang sungguh megahnya, sesuai namanya yang berarti kompleks biara di atas.Tidak ada yang tahu pasti mengenai siapa yang membangun Candi Borobudur. Tidak ada bukti tertulis maupun bukti-bukti lainnya yang mendukung dan menjelaskan sejarah pasti tentang Candi Buddha terbesar ini. Setelah penemuannya, para peneliti hanya memperkirakan bahwa Candi Borobudur itu dibangun sekitar tahun 750-800 an Masehi.

Perkiraan waktu pembangunan ini pun didasarkan pada perbandingan antara jenis aksara yang telah ditemukan tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga Candi Borobudur dengan jenis aksara umumnya yang digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Atas dasar ini kemudian memperkirakan bahwa Candi Borobudur dibangun pada masa kerajaan dinasti Syailendra di Jawa Tengah yang bertepatan antara kurun waktu 760 sampai dengan 830 Maseh

Senin, 18 Oktober 2021

Kelas xi

 

Petisi Soetardjo

Petisi Soetardjo adalah sebutan kepada petisi yang diajukan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo, pada 15 Juli 1936, kepada Ratu Wilhelmina serta Staten Generaal (parlemen) di negeri Belanda.

Petisi ini diajukan sebab makin meningkatnya perasaan tidak puas di kalangan rakyat terhadap pemerintahan dampak kebijaksanaan politik yang dijalankan Gubernur Jenderal de Jonge. Petisi ini ditandatangani juga oleh I.J. KasimoG.S.S.J. Ratulangi, Datuk Tumenggung, dan Ko Kwat Tiong.

Pokok

Pokok petisi adalah permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah selang wakil-wakil Indonesia dan negeri Belanda dengan kedudukan dan hak yang sama. Tujuannya adalah kepada menyusun suatu rencana pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom) dalam ketentuan yang tidak boleh dilampaui Undang-undang Landasan Kerajaan Belanda. Pelaksanaannya akan berangsur-angsur dijalankan dalam waktu sepuluh tahun atau dalam waktu yang akan diambil keputusan oleh sidang permusyawarahan.

Jumat, 15 Oktober 2021

Sejarah kelas xi ipa 4

 Berkembangnya taktik moderat-kooperatif dalam pergerakkan nasional Belanda disebabkan oleh berikut ini.

1. Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi di Hindia Belanda semakin memburuk.
2. Kebijakan keras dari pemerintahan Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge menyebabkan kaum pergerakkan, terutama dari golongan nonkooperatif sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintahan colonial bertanggung jawab atas keadaan dan keamanan di lingkungan Hindia Belanda.
3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakkan nasional terutama yang berada di Eropa menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme Italia dan naziisme Jerman mengancam kedudukan negara-negara demokrasi. Demikian pula dengan Jepang sebagai negara fasis-militeris di Asia yang telah melakukan ekspansi-ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis dengan para penguasa colonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap segala bahaya fasisme. Kesadaran itu baru muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indonesia yang terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif.

Taktik kooperatif adalah strategi yang ditempuh untuk menghindari kelumpuhan perjuangan. Perubahan taktik perjuangan itu sama sekali tidak mengubah tujuan perjuangan, yaitu kesatuan nasional dan kemerdekaan Indonesia. Apabila sejak awal tahun 1920-an cita-cita kemerdekaan Indonesia disuarakan Perhimpunan Indonesia, sejak tahun 1930-an cita-cita tersebut diperjuangkan dengan taktik kooperatif melalui Dewan Rakyat (Volksraad).


A. PARTINDO

Penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI terutama Ir. Soekarno merupakan pukulan yang teramat berat bagi PNI.Pimpinan PNI kemudian diambil alih oleh Sartono dan Anwari. Kedua tokoh ini memiliki gaya yang lebih hati-hati sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan anggotanya. Bahkan, banyak di antara para anggota PNI yang mengundurkan diri.

Sartono kemudian menginstruksikan agar semua kegiatan di cabang-cabang PNI untuk sementara waktu dihentikan. Bahkan, ia kemudian berusaha untuk membubarkan PNI dan membentuk partai baru. Pada Kongres Luar Biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil sebuah keputusan untuk membubarkan PNI.Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI.Sartono bersama para pendukungnya kemudian membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.

Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo.Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang sudah terlanjur tercerai-berai sehingga pada tahun 1931 berhasil dibentuk 12 cabang Partindo.Kemudian

Kamis, 14 Oktober 2021

  Berkembangnya taktik moderat-kooperatif dalam pergerakkan nasional Belanda disebabkan oleh berikut ini.

1. Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi di Hindia Belanda semakin memburuk.
2. Kebijakan keras dari pemerintahan Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge menyebabkan kaum pergerakkan, terutama dari golongan nonkooperatif sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintahan colonial bertanggung jawab atas keadaan dan keamanan di lingkungan Hindia Belanda.
3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakkan nasional terutama yang berada di Eropa menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme Italia dan naziisme Jerman mengancam kedudukan negara-negara demokrasi. Demikian pula dengan Jepang sebagai negara fasis-militeris di Asia yang telah melakukan ekspansi-ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis dengan para penguasa colonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap segala bahaya fasisme. Kesadaran itu baru muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indonesia yang terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif.

Taktik kooperatif adalah strategi yang ditempuh untuk menghindari kelumpuhan perjuangan. Perubahan taktik perjuangan itu sama sekali tidak mengubah tujuan perjuangan, yaitu kesatuan nasional dan kemerdekaan Indonesia. Apabila sejak awal tahun 1920-an cita-cita kemerdekaan Indonesia disuarakan Perhimpunan Indonesia, sejak tahun 1930-an cita-cita tersebut diperjuangkan dengan taktik kooperatif melalui Dewan Rakyat (Volksraad).


A. PARTINDO

Penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI terutama Ir. Soekarno merupakan pukulan yang teramat berat bagi PNI.Pimpinan PNI kemudian diambil alih oleh Sartono dan Anwari. Kedua tokoh ini memiliki gaya yang lebih hati-hati sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan anggotanya. Bahkan, banyak di antara para anggota PNI yang mengundurkan diri.

Sartono kemudian menginstruksikan agar semua kegiatan di cabang-cabang PNI untuk sementara waktu dihentikan. Bahkan, ia kemudian berusaha untuk membubarkan PNI dan membentuk partai baru. Pada Kongres Luar Biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil sebuah keputusan untuk membubarkan PNI.Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI.Sartono bersama para pendukungnya kemudian membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.

Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo.Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang sudah terlanjur tercerai-berai sehingga pada tahun 1931 berhasil dibentuk 12 cabang Partindo.Kemudian berkembang lagi menjadi 24 cabang dengan anggota sebanyak 7000 orang.

Setelah bebas pada bulan Desember 1931, Ir. Soekarno berupaya menyatukan kembali PNI yang terpecah.Akan tetapi, upaya tersebut tidak berhasil karena terdapat perbedaan pendapat antara Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta sebagai pemimpin PNI Baru.Akhirnya, Ir. Soekarno memutuskan dirinya untuk masuk dan bergabung ke dalam Partindo.Partai Indonesia ini kemudian berkembang pesat setelah pemimpin tertinggi dipegang oleh Ir. Soekarno.Pada tahun berikutnya, Partindo telah memiliki 71 cabang dan anggota sebanyak 20.000 orang. Ide-idenya banyak dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, antara lain yang penting adalah “Mencapai Indonesia Merdeka” pada tahun 1933.

Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934. Karena alasan kesehatan, Bung Karno kemudian dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan ke Padang karena ada serbuan tentara Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno, Partindo mengalami kemunduran yang sangat drastic. Partindo akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat.Dalam menghadapi keadaan yang sulit itu, Ir. Soekarno untuk yang kedua kalinya membubarkan Partindo meski tanpa adanya suatu dukungan yang penuh dari para anggotanya.


B. PNI Baru



 Moh. Hatta sebagai pemimpin PNI Baru.

Ketika Sartono membubarkan PNI pada tahun 1930, banyak anggotanya yang tidak setuju.Mereka menyebut dirinya sebagai Golongan Merdeka.Dengan giat mereka mendirikan studie club-studie club baru, seperti Studie Club Nasional Indonesia di Jakarta dan Studie Club Rakyat Indonesia di Bandung.Selanjutnya, mereka mendirikan Komite Perikatan Golongan Merdeka untuk menarik anggota-anggota PNI dan untuk menghadapi Partindo.

Pada bulan Desember 1931, golongan merdeka membentuk Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru).Mula-mula Sultan Syahrir dipilih sebagai ketuanya.Moh.Hatta kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda.Strategi perjuangan PNI Baru tidak jauh berbeda dari PNI maupun dengan Partindo.Organisasi-organisasi tersebut tetap sama-sama menggunakan taktik perjuangan nonkooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik.Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai berikut.

a. PPPKI oleh PNI Baru dianggap bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideology yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang cukup kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
b. Dalam mencapai upaya kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan social. Partindo lebih mengutamakan organisasi massa dengan aksi-aksi massa untuk mencapai kemerdekaan.

Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang.Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi.Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang nonkooperatif dianggap oleh pemerintah colonial Hindia Belanda sangat membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sultan Syahrir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bonda ditangkap oleh pemerintah colonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Bandaneira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada tahun 1942.Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah colonial Hindia Belanda.


C. PARINDRA (1935)

Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R. Soetomo terpilih sebagai Ketua Parindra dengan Surabaya sebagai pusat dan basis politiknya. Tujuannya adalah untuk mencapai Indonesia Raya dan Mulia.Cara yang hendak ditempuh dengan memperkokoh semangat persatuan kebangsaan, berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan nasionalisme, serta berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat baik dalam bidang ekonomi maupun social.Tokoh-tokoh terkemuka Parindra lainnya adalah MH Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.

Terhadap pemerintah colonial, Parindra tidak menetapkan haluan politiknya apakah kooperatif atau nonkooperatif.Oleh karena itu, Parindra memiliki wakil-wakilnya dalam Volksraaad dan mengambil sikap sesuai situasi. Istilah lainnya adalah main aman saja, hehehee… Parindra berkembang dengan baik dan bahkan menjadi partai besar dan banyak mendapat simpati dari organisasi-organisasi lain sehingga mereka menggabungkan diri, seperti Kaum Betawi, Sarekat Sumatera, dan Partai Serikat Selebes.Cabang-cabang Parindra menyebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Parindra berusaha meningkatka  kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan Rukun Tani, membentuk serikat-serikat pekerja, menganjurkan swadesi, dan mendirikan Bank Nasional Indonesia. Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir masa penjajahan Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan MH Thamrin dengan membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil memaksa pemerintah colonial Hindia Belanda melakukan beberapa perubahan, seperti pemakaian bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad dan mengganti istilah Inlander menjadi Indonesier.


D. GERINDO

Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan.Sementara itu, Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai.Oleh karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K. Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sarino Mangunsarkoro, Nyonoprawoto, Sartono, dan Wilopo.

Gerindo bertujuan mencapai Indonesia Merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperatif. Agak terkesan plin-plan memang, katanya kurang sreg dengan Parindra, tetapi malah dia sendiri kooperatif, hehehe… Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen yang bertanggung jawab kepada rakyat.Dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia (PERI) yang bertujuan mengumpulkan berbagai modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas nasional-demokrasi—operasi, memang agak sedikit mengarah ke komunis.Dalam bidang social diperjuangkan persamaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat.Oleh karena itu, Gerindo menerim anggota dari kalangan orang Indo (India), peranakan China (Tionghoa), serta keturunan Arab (Gujarat).

Rabu, 13 Oktober 2021

Materi kelas xi ipa 4

 Berkembangnya taktik moderat-kooperatif dalam pergerakkan nasional Belanda disebabkan oleh berikut ini.

1. Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi di Hindia Belanda semakin memburuk.
2. Kebijakan keras dari pemerintahan Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge menyebabkan kaum pergerakkan, terutama dari golongan nonkooperatif sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintahan colonial bertanggung jawab atas keadaan dan keamanan di lingkungan Hindia Belanda.
3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakkan nasional terutama yang berada di Eropa menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme Italia dan naziisme Jerman mengancam kedudukan negara-negara demokrasi. Demikian pula dengan Jepang sebagai negara fasis-militeris di Asia yang telah melakukan ekspansi-ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis dengan para penguasa colonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap segala bahaya fasisme. Kesadaran itu baru muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indonesia yang terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif.

Taktik kooperatif adalah strategi yang ditempuh untuk menghindari kelumpuhan perjuangan. Perubahan taktik perjuangan itu sama sekali tidak mengubah tujuan perjuangan, yaitu kesatuan nasional dan kemerdekaan Indonesia. Apabila sejak awal tahun 1920-an cita-cita kemerdekaan Indonesia disuarakan Perhimpunan Indonesia, sejak tahun 1930-an cita-cita tersebut diperjuangkan dengan taktik kooperatif melalui Dewan Rakyat (Volksraad).


A. PARTINDO

Penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI terutama Ir. Soekarno merupakan pukulan yang teramat berat bagi PNI.Pimpinan PNI kemudian diambil alih oleh Sartono dan Anwari. Kedua tokoh ini memiliki gaya yang lebih hati-hati sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan anggotanya. Bahkan, banyak di antara para anggota PNI yang mengundurkan diri.

Sartono kemudian menginstruksikan agar semua kegiatan di cabang-cabang PNI untuk sementara waktu dihentikan. Bahkan, ia kemudian berusaha untuk membubarkan PNI dan membentuk partai baru. Pada Kongres Luar Biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil sebuah keputusan untuk membubarkan PNI.Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI.Sartono bersama para pendukungnya kemudian membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.

Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo.Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang sudah terlanjur tercerai-berai sehingga pada tahun 1931 berhasil dibentuk 12 cabang Partindo.Kemudian berkembang lagi menjadi 24 cabang dengan anggota sebanyak 7000 orang.

Setelah bebas pada bulan Desember 1931, Ir. Soekarno berupaya menyatukan kembali PNI yang terpecah.Akan tetapi, upaya tersebut tidak berhasil karena terdapat perbedaan pendapat antara Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta sebagai pemimpin PNI Baru.Akhirnya, Ir. Soekarno memutuskan dirinya untuk masuk dan bergabung ke dalam Partindo.Partai Indonesia ini kemudian berkembang pesat setelah pemimpin tertinggi dipegang oleh Ir. Soekarno.Pada tahun berikutnya, Partindo telah memiliki 71 cabang dan anggota sebanyak 20.000 orang. Ide-idenya banyak dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, antara lain yang penting adalah “Mencapai Indonesia Merdeka” pada tahun 1933.

Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934. Karena alasan kesehatan, Bung Karno kemudian dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan ke Padang karena ada serbuan tentara Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno, Partindo mengalami kemunduran yang sangat drastic. Partindo akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat.Dalam menghadapi keadaan yang sulit itu, Ir. Soekarno untuk yang kedua kalinya membubarkan Partindo meski tanpa adanya suatu dukungan yang penuh dari para anggotanya.


B. PNI Baru



 Moh. Hatta sebagai pemimpin PNI Baru.

Ketika Sartono membubarkan PNI pada tahun 1930, banyak anggotanya yang tidak setuju.Mereka menyebut dirinya sebagai Golongan Merdeka.Dengan giat mereka mendirikan studie club-studie club baru, seperti Studie Club Nasional Indonesia di Jakarta dan Studie Club Rakyat Indonesia di Bandung.Selanjutnya, mereka mendirikan Komite Perikatan Golongan Merdeka untuk menarik anggota-anggota PNI dan untuk menghadapi Partindo.

Pada bulan Desember 1931, golongan merdeka membentuk Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru).Mula-mula Sultan Syahrir dipilih sebagai ketuanya.Moh.Hatta kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda.Strategi perjuangan PNI Baru tidak jauh berbeda dari PNI maupun dengan Partindo.Organisasi-organisasi tersebut tetap sama-sama menggunakan taktik perjuangan nonkooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik.Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai berikut.

a. PPPKI oleh PNI Baru dianggap bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideology yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang cukup kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
b. Dalam mencapai upaya kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan social. Partindo lebih mengutamakan organisasi massa dengan aksi-aksi massa untuk mencapai kemerdekaan.

Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang.Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi.Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang nonkooperatif dianggap oleh pemerintah colonial Hindia Belanda sangat membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sultan Syahrir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bonda ditangkap oleh pemerintah colonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Bandaneira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada tahun 1942.Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah colonial Hindia Belanda.


C. PARINDRA (1935)

Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R. Soetomo terpilih sebagai Ketua Parindra dengan Surabaya sebagai pusat dan basis politiknya. Tujuannya adalah untuk mencapai Indonesia Raya dan Mulia.Cara yang hendak ditempuh dengan memperkokoh semangat persatuan kebangsaan, berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan nasionalisme, serta berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat baik dalam bidang ekonomi maupun social.Tokoh-tokoh terkemuka Parindra lainnya adalah MH Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.

Terhadap pemerintah colonial, Parindra tidak menetapkan haluan politiknya apakah kooperatif atau nonkooperatif.Oleh karena itu, Parindra memiliki wakil-wakilnya dalam Volksraaad dan mengambil sikap sesuai situasi. Istilah lainnya adalah main aman saja, hehehee… Parindra berkembang dengan baik dan bahkan menjadi partai besar dan banyak mendapat simpati dari organisasi-organisasi lain sehingga mereka menggabungkan diri, seperti Kaum Betawi, Sarekat Sumatera, dan Partai Serikat Selebes.Cabang-cabang Parindra menyebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Parindra berusaha meningkatka  kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan Rukun Tani, membentuk serikat-serikat pekerja, menganjurkan swadesi, dan mendirikan Bank Nasional Indonesia. Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir masa penjajahan Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan MH Thamrin dengan membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil memaksa pemerintah colonial Hindia Belanda melakukan beberapa perubahan, seperti pemakaian bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad dan mengganti istilah Inlander menjadi Indonesier.


D. GERINDO

Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan.Sementara itu, Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai.Oleh karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K. Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sarino Mangunsarkoro, Nyonoprawoto, Sartono, dan Wilopo.

Gerindo bertujuan mencapai Indonesia Merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperatif. Agak terkesan plin-plan memang, katanya kurang sreg dengan Parindra, tetapi malah dia sendiri kooperatif, hehehe… Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen yang bertanggung jawab kepada rakyat.Dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia (PERI) yang bertujuan mengumpulkan berbagai modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas nasional-demokrasi—operasi, memang agak sedikit mengarah ke komunis.Dalam bidang social diperjuangkan persamaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat.Oleh karena itu, Gerindo menerim anggota dari kalangan orang Indo (India), peranakan China (Tionghoa), serta keturunan Arab (Gujarat).

Materi sejarah

Materi Sejarah Kelas 12 IPS Semester 1 BAB 4 BAB 4 PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA  DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN DEMOKRASI LIB...