Jumat, 26 Februari 2021

Materi XII

  Nama guru             : Sumono

Mapel                      : Sejarah Indonesia

Kelas                        : XII

Materi                       : Awal kehidupan politik

Kehidupan Politik

Sistem Pemerintahan

Dengan disetujuinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2 November 1949 maka terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS ternyata tidak bertahan lama karena tidak mendapat dukungan dari rakyat dan sebagian besar anggota Kabinet RIS adalah orang-orang Republik. Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara. (UUDS) 1950.

Pada waktu negara kita menganut sistem demokrasi parlementer dalam pelaksanaan demokrasi liberal (1950 – 1959) terdapat tujuh buah kabinet yang memegang pemerintahan, sehingga rata-rata setiap terjadi pergantian kabinet. Oleh karena tiap-tiap kabinet  tidak berumur panjang, maka programnya tidak dapat dilaksanakan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan instabilitas baik di bidang politik, sosial, maupun keamanan.

 

Kabinet-kabinet pada masa demokrasi liberal :

Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)

  • Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketenteraman
  • Konsolidasi dan menyernpurnakain susunan pemerintahar
  • Menyempurnakan organisasi angkatan Perang
  • Mengembangkan dan memperkokoh ekonomi rakyat
  • Memperjuangkan penyelesaian Irian Barat

 

b.   Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)

  • Menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai recana untuk menjamin keamanan dan ketertiban.
  • Mengusahakan kemakmuran rakyat
  • Mempersiapkan pemilihan umum
  • Mempersiapkan undang-undang perburuhan
  • Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
  • Memperjuangkan Irian Barat

 

c.   Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 2 Juni 1953)

  • Melaksanakan pemilihan umum
  • Memajukan tingkat penghidupan rakyat
  • Mengatasi keamanan dengan kebijaksanaan sebagai negara
  • Melengkapi undang-undang perburuhan
  • Mempercepat usaha perbaikan dan pembaharuan pendidikan dan pengajaran
  • Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif, menyelesaikan hubungan Uni Indonesia – Belanda atas dasar negara merdeka dan meneruskan perjuangan pengembalian Irian Barat

 

d.   Kabinet Ali Sastroamijoyo, 1 adalah sebagai berikut:

  • Program dalam negeri, mencakup soal keamanan, pemilu, kemakmuran dankeuangan, organisasi negara, dan perundang-undangan.
  • program luar negeri, meliputi pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif dan pengembalian Irian Barat

 

Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Kabinet Ali I digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap dari masyumi, dengan programnya sebagai berikut :

  • Mengembalikan kewibawaan pemerintah
  • Melaksanakan pemilihan umum
  • Menangani masalah desentralisasi, inflasi dan pemberantasan korupsi
  • Pengembalian Irian Barat
  • Melaksanakan kerja sama Asia – Afrika berdasarkan politik bebas aktif

 

Prestasi yang menonjol dari kebinet ini adalah:

  • Berhasil melaksanakan pemilu pertama bagi Indonesia
  • Pembubaran Uni Indonesia – Belanda

 

  1. Kabinet Ali Sastroamijoyo 11 (20 Maret – 4 Maret 1957)
  • Program kabinet Ali Sastroamijoyo 11 adalah sebagai berik_-.
  • Pembatalan KMB
  • Pengembalian Irian Barat
  • Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
  • Meneruskan kerja sama negara-negara Asia Afrika dan melaksanakan keputusan-keputusan KAA di Bandung tahun 1955.

 

g.   Kabinet Juanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)

Kabinet A II digantikan oleh Kabinet Juanda. Program Kabinet Juanda dikenal dengan nama “Panca Karya” antara lain sebagai berikut :

  • Membentuk Dewan Nasional
  • Normalisasi keadaan politik
  • Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB
  • Perjuangan mengembalian Irian Barat
  • Memperingati pembangunan

Kabinet ini berakhlr dengan dikeluarkan Dekrit Presiden 6 Juli 1959,

2.   Pemilihan Umum 1955            

Padatanggal 22 Agustus 1945 (Presiden mengumumkan bahwa sistem kepartaian RI adalah partai tunggal dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai satu-satunya organisasi politik di Indonesia, akan tetapi sistem ini tidak dapat dilaksanakan. Kemudian atas usul BP KNIP bahwa rakyat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik, maka pada tanggal 3 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat tentang pembentukan partai-partai Indonesia.

Berdasarkan maklumat yang ditandatangani oleh Wapres tersebut, terbentuk partai-partai politik sebagai berikut:

  • Masyumi berdiri 7 November 1945 dipimpin oleh Dr. Sukiman Wiryosanjoyo
  • PKI, berdiri 7 November 1945 dipimpin oleh Mr. Moh. Yusuf
  • Partai Buruh Indonesia (PBI), berdoro 8 Nopember 1945 dipimpin oleh Nyono
  • Partai Rakyat Jelata (PRJ), berdiri 8 Nopember 1945 dipimpin oleh Sutan Dewanis
  • Partai Kristen Indonesia (Parkindo), berdiri 10 November 1945 dipimpin oleh D.S Probowinoto
  • Partai Sosialis Indonesia (PSI), berdiri 7 Desember1945 dipimpin oleh Mr. Amir Syarifudin
  • Partai Rakyat Sosial (PRS), berdiri 20 Nopember 9445 oleh Sutan Syahrir
  • Partai Katolik Republik Indosia (PKRI), berdiri 7 Desember 1945 oleh I.J. Kasimo
  • Persatuan Rakyat Marhain Indonesia (Permai), berdiri 7 Desember 1945 oleh J.B. Assa
  • Partai Nasional Indonesia (PNI), berdiri 29 Januari 1946 dipimpin oleh Sidik Joyosukarto

 

Pemilu I setelah Indonesia merdeka baru dapat terlaksana pada tahun 1955, yaitu pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara partai  Partai Masyumi, PSII, NU, PSI, Partai Katolik, dan Parkindo. Pemilu  I bertujuan untuk memilih anggota DPR dan anggota Dewan Konstituante. Pemilihan anggota DPR dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955.. Pelantikan anggota DPR dilaksanakan pada tanggal pada tanggal 15 Desember 1955 dan dilantik pada tanggal 10 Nopember 1956.

Dalam pemilu I akhirnya muncul empat partai besar, yaitu Masyumi 57 kursi, PNI 57 kursi, NU 45 kursi dan PKI 39 kursi. Pemilu 1955 ternyata dapat berjalan dengan bersih dan tidak ada korban jiwa. Suasana demokratis yang dapat tercipta pada waktu itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang baru pertama kali menyelenggarakan pemilihan.

Akan tetapi pada kenyataannya pemilu yang sangat didambakan rakyat dapat membawa ke arah kemajuan, ternyata tidak mampu membawa kestabilan politik di Indonesia, sebab perselisihan antar partai tetap berlangsung, sehingga masalah-masalah parlementer sulit diselesaikan.

3.   Nasionalisme ekonomi

Masalah-masalah ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia setelah proklamasi cukup besar. Indone­sia mewarisi kondisi ekonomi yang sangat rancu dari pemerintah pendudukan Jepang.

Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

  • Ketika menduduki Indonesia, Jepang menguras kekayaan alam Indonesia secara besar-besaran
  • Perang Kemerdekaan memakan biaya yang cukup besar
  • Perkebunan-perkebunan dan industri rusak berat
  • Laju inflasi yang sangat tinggi, sebagai akibat beredarnya tiga mata uang sekaligus, yaitu uang uang de Javasche Bank, uang pemerintah Hindia Belanda, dan uang pemerintahan pendudukan Jepang.
  • Adanya blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak Belanda

 

Akibat blokade pihak Belanda, pemerintah Indonesia akan kehilangan kepercayaan dari rakyatnya, sehingga memudahkan Belanda untuk kembali menguasai Indonesia.

Menghadapi kondisi ekonomi yang mengalami krisis tersebut, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut :

  • Pada bulan Juli 1946, Menkeu Ir. Surachman dengan persetujuan BP KNIP mengadakan pinjamanan terkumpul sebesar Rp. 500.000,00
  • Pada tanggal 1 Oktober 1945, dikeluarkan UU No. 17 tahun 1946 tentang “Pengeluaran Oeang kertas Republik Indonesia (ORI) untuk menggantikan uang Jepang. Pada tanggal 25 Oktober 1946 dikeluarkan UU No. 19 Tahun 1946 tentang Penukaran Uang Jepang dengan ORI, dengan ketentuan sebagai berikut :

o   Di Pulau Jawa Rp 50,00 uang Jepang disamakan dengan Rp 1.00 ORI

o   Di luar Pulau Jawa dan Pulau Madura Rp 100,00 uang Jepang disamakan Rp 1,00 ORI

  1. Pada bulan Februari 1946 pemerintah melaksanakan konferensi ekonomi yang menghasilkan konsea sebagai berikut :
  • Bahan makanan akan ditangani oleh Badan Pengawasan Makanan Rakyat, yang kemudian diubah menjadi Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM)
  • Untuk meningkatkan produksi, maka perkebunan akan diawasi langsung oleh pemerintah.
  • Dibentuk Badan Perencanaan Ekonomi
  • Menteri persediaan makanan rakyat I.J. Kasimo membuat Kasimo Plan yang berisi hal berikut :

–       ­Merrperbanyak kebun bibit dan padi unggul

–       Pencegahan pengambilan hewan pertanian

–       Tanah-tanah terlantar haus ditanami kembali, terutama di Sumatera

–       Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 Juta penduduk Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 10 – 15 tahun.

–       Pelaksanaan program rekonstruksi dan Rasionalisasi (RERA), yaitu mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi dan meningkatkan efisiensi angkatan perang.

–       Mendorong para pengusaha swasta untuk ikut serta dalam perkembangan ekonomi nasional dan mengaktifkan kembali Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE), PTE merupakan wadah pengusaha swasta,yang dibentuk sejak zaman Jepang.

–       Gabungan perusahaan perindustrian dan perusahaan penting, pusat perusahaan tembakau Indonesia, Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) diaktifkan Kembali dalam rangka menegakkan ekonomi Indonesia.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tersebut ternyata berhasil mengatasi krisis ekonomi Indonesia. Apalagi secara ekonomi Konferensi Meja Bundar yang selenggarakan di Den Haag sangat merugikan pihak Indonesia sebab utang-utang Hindia Belanda dibebankan kepada Pernerint RIS. Dalam kondisi ekonomi yang semakin parah ini masyarakat mendambakan pembangunan ekonat nasional yang bebas dari gejolak ekonomi dunia. Kemudian pemerintah mengambil aingkah-langq perbaikan ekonomi dengan be,rbagai kebijakan sebagai berikut.

1)  Gunting Syafrudin

Untuk mengatasi defisit anggaran dalam upaya mengurangi peredaran uang, Menkeu Syafrudin mengambil tindakan memotong uang dengan memberlakukan setengahnya untuk mata uang bernilai Rp 2,50 ke atas yang kemudian dikenal dengan istilah Gunting Syafrudin. Di bidang perdagangan luar negeri, Pemerintah mengambil langkah mengeluarkan  peraturan ekspor yang dilakukan dengan sertifikat devisa. Guna meningkatkan ekspor nilai tukar rupiah diubah menjadi Rp 7,60 setiap satu dolar untuk ekspor, dan Rp 11,80 setiap satu dolar untuk impor. Pecahnya perang Korea pada bulan Mei 1950, mengakibatkan ekspor Indonesia meningkat menjadi 243 % atau bernilai  115 juta dolar. Peristiwa ini dikenal sebagai Korea Boom.

 

2)  Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Memasuki tahun 1951 keadaan ekonomi Indonesia tidak berambah baik melainkan bertambah merosot, faktor-faktor yang menyebabkan kemerosotan antara lain sebagai berikut :

–       Pendapatan pemerintah berkurang akibat menurunnya perdagangan internasional

–       Ekonomi nasional terlalu tergantung pada ekspor hasil perkebunan

–       Belum berkembangnya sektor produksi lain, seperti industri dan perdagargan

–       Keamanan dalam negeri belum mantap

–       Instabilitas politik

–       Politik keuangan RI dibuat di negeri Belanda

Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang terns merosot, Soemitro Djoyohadikusumo, Menteri perdagangan pada masa Kabinet Natsir berpendapat bahwa di Indonesia harus segera ditumbuhkan kelas pengusaha. Sumitro kemudian dikenal dengan Gerakan Benteng (Benteng Group). Langkah yang diambil Sumitro dalam membangun ekonomi nasional yaitu dengan memberi bantuan kredit kepada pengusaha Indonesia yang pada umumnya bermodal lemah. Diharapkan secara bertahap pengusaha yang lemah akan berkembang maju, sehingga upaya mengubah struktur ekonomi kolonial menuju struktur ekonomi nasional akan terwujud. Mulai bulan April 1950 hingga tahun 1953 sekitar 700 pengusaha pribumi (Indonesia) mendapat kredit dari program Gerakan Benteng tersebut. Dengan berpedoman bahwa para pengusaha pribumilah yang dapat membangun perekonomian nasional, maka Gerakan Benteng ini adalah kebjiakan untuk melindungi pengusaha pribumi agar dapat berpacu dalam mengembangkan ekonomi nasional.

Tujuan dari program Gerakan Benteng antara lain sebagai berikut :

–       Menumbuhkan dan membina wiraswasta Indonesia sambil menumbuhkan ekonomi nasional.

–       Mendorong importir-importir nasiora hinggamampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan impor asing

–       Membatasi impor barang-barang agar memberikan lisensi impor hanya kepada importir Indonesia

–       Memberikan bantuan dalam bentuk kredit kepada importir Indonesia.

 

Pada kenyataannya program ini gagal mencapai tujuannya, sebab pengusaha pribumi terlalu tergantung kepada pemerirtar dalam mengembangkan usahanya. Bahkan banyak diantara mereka yang menyalahgunakan kebijakan pemerintah tersebut dengan mencari keuntungan secara cepat dan kredit yang mereka peroleh. Walaupun demikian pemerintah tetap berupaya untuk mengembangkan  pengusaha pribumi.

 

 

3)   Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia

Pada masa kaniet Ali Sastroamijoyo (31 Juli 1953 s/d 12 Agustus 1955). Kabinet ini  berusaha untuk mengatasi krisis moneter dengan cara mealkukan nasionalisasi yang terjadi adalah sebagai berikut :

–    Dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank pada tanggal 19 Juni 1951 berdasarkan Keputusan Pemerintah No. 118 Tahun 1951 tanggal 2 Juni 1951.

–    Panitia Nasionalisasi bertugas mengajukan usul rencana nasionalisasi kemudian pemerintah trengangkat Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai Presiden De Javasche Bank berdasarkan Kepres RI No. 123 Tahun 1951 tanggal 12 Juni 1951.

–    Tanggal 15 Desember 1951 diumumkan UU No. 14 Tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, yang pada akhirnya berfungsi sebagai Bank Sentral dan Bank Sirkulasi.

–    Dalam rangka menaikkan pendapatan, pemerintah Indonesia berupaya menurunkan biaya ekspor dan melakukan penghematan secara drastis

 

4)   Sistem Ekonomi Ali-Baba

Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo (31 Juli 1953 s/d 12 Agustus 1955). Menteri Perekonomian Mr. Ishaq Cokrohadisuryo memprakarsai sistem perekonomian yang dikenal dengan sistem Ekonomi Ali Baba. Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba adalah pengusaha non­pribumi (China). Untuk memajukan ekonomi pengusaha, para pengusaha nonpribumi harus bekerja sama dengan pengusaha pribumi dan selanjutnya pemerintah memberikan bantuan kredit kepada pengusaha pribumi. Pada kenyataannya sistem berpengalaman dan hanya dijadikan alat oleh pengusaha nonpribumi untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.

 

5)   Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek)

Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955 s/d 3 Maret 1956) Indonesia mengirimkan delegasi ke negeri Belanda guna merundingkan masalah finansial ekonomi dengan pemerintah Belanda. Hasilnya pada tanggal 17 Januari 1956 tercapai rencana persetujuan Finek, yang antara lain berisi hat berikut:

–       Persetujuan Finek dan hasil KMB dibubarkan

–       Hubungan Finek Indonesia – Belanda didasarkan atas hubungan bilataral

–       Hubungan Finek didasarkan atas UU Nasional tidak boleh diikat oleh perjanjian lain

Persetujuan ini tidak diterima oleh pemerintah Belanda, sehingga pemerintah Indoneia mengambil langkah sepihak dengan membubarkan Uni Indonesia – Belanda pada tanggal 13 Februari 1955  untuk melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda

 

6)   RPLT Munap

Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957) pemerintah membentuk suatu badan perencanaan pembangunan nasional yaitu Biro Perancang Negara, Ir. H. Juanda sbagai Menteri Perancang Nasional berhasil membuat Rencana Pembangunan Lima tahun yang berjalan tahun 1956 – 1961. Pada saat kabinet Juanda terbentuk (9 April 957- 5 Juli 1959) keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, sehingga pemerintah mencari jalan keluar dengan menyelenggarakan Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Akan tetapi pada kenyataannya langkah ini ternyata tidak mengubah keadaan. Selain itu RPLT juga tidak dapat dilaksanakan. Penyebabnya antara lain sebagai berikut :

–       Daerah-daerah menempuh kebijakan sendiri-sendiri

–       Daerah di luar Jawa banyak yang melakukan barter langsung ke luar negeri

–       Harga barang ekspor menurun

–       Timbulnya ketergantungan antara pusat dan daerah

 

4.   Gangguan Keamanan dalam Negeri 3

Dalam upaya menegakkan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak hanya mengharapkan dari kekuatan asing yang meliputi Sekutu dan NICA, tetapi juga menghadapi berbagai ancaman dalam negeri tersebut. Beberapa gangguan keamanan dalam negeri antara lain sebagai berikut :

  1.       Pemberontakan DI/TII

Pemberontakan DI/TII pada mulanya terjadi di daerah Jawa Barat di bawah pimpinan Kartosuwiryo ia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949. Gagasan Kartosuwiryo mendirikan Negara Islam muncul sejak tahun 1942, ketika mendirikan pesantren Sufah  di Malangbong, Garut, Jawa Barat. Setelah terjadi agresi Militer Belanda I tahun 1947, Kartosuwiryo menyatakan perang fisabililah melawan Belanda. Pasukan Hisbullah dan Sabilillah dijadikan Tentara Islam Indonesia (TII)Dalam konferensi di Cisayong bulan Februari 1948 diputuskan untuk mengubah gerakan yang dipimpin Kartosuwiryo diangkat sebagai imam dari Negara Islam Indonesia. Dengan ditandatanganinya persetujuan Renville, pasukan TNI harus hijrah dari Jawa tengah ke Jogjakarta, akan tetapi Kartosuwiryo beserta pasukannya tetap tinggal di Jawa Barat. Setelah Pasukan Divisi Siliwangi hijrah, Kartosuwiryo lebih leluasa melaksanakan gerakannya.  Pda saat pasukan Devisi Siliwangi kembali dari Jawa Tengah dalam usaha melakukan perang gerilya terhadap agresi Militer II yang dilancarkan oleh Belanda, mereka menjumpai kesatuan-kesatuan bersenjata yang menamakan dirinya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Kesatuan bersenjata tersebut berusaha menarik TNI agar ikut bergabung dan menghalang-halangi Pasukan Divisi Siliwangi kembali ke Jawa Barat, akibatnya pertempuran tidak dapat dielakkan.

Dalam usaha menyelesaikan perlawanan DI/TII, pemerintah melakukan pendekatan melalui pemimpin Masyumi Muh. Natsir untuk mengajak dan membujur agar  kembali ke NKRI, tetapi tidak berhasil. Akhirnya pemerintah terpaksa melakukan perang Bharatayuda di bawah pimpinan Jenderal Nasution.

Dengan taktik pagar betis akhirnya pada tanggal 4 Juni 1962  DI/TII Kartosuwiryo dapat ditangkap di daerah Gunung Geber , Majalaya, Jawa Barat  oleh pasukan Siliwangi dan dihukum mati oleh pengadilan militer pada tanggal 16 Agustus 1962. Pemberontakan DI/TII juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:

1)      Gerakan DI/TII Jawa Tengah

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah mula-mula meletus di daerah Brebes, Tegal dan Pekalongan di bawah pimpinan Amir Fatah yang kemudian bergabung dengan gerakan Kartosuwiryo. Pemerintah segera bertindak cepat untuk menumpas pemberontakan ini dengan membentuk suatu komando operasi ini, semula dipimpin oleh Letkol Sarbini, selanjutnya diganti oleh Letkol M. Bachrum dan akhirnya digantikan oleh Letkol Ahmad Yani.

Di daerah Kebumen juga terjadi pemberontakan yang dilancarkan oleh angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai M. Malifudz Abdurrahman (Kyai Sumolangu). Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah semula tidak terlalu berarti, tetapi akhirnya menjadi besar dan meluas setelah Batalyon 426 Kudus dan Magelang bergabung dengan DI/TII. Akhirnya pemberontakan ini dapat dihancurkan dalam suatu operasi penumpasan (Operasi Merdeka) di bawah pimpinan Letkol Soeharto.

 

2)      Gerakan DI/TII Sulawesi Selatan

Kahar Muzakar mempunyai keinginan untuk mendapatkan kedudukan dalam APRIS namun tidak dapat terpenuhi. Dengan alasan mememperjuangkan seluruh anggota Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSI) pada tahun 1952, maka Kahar Muzakar menyatakan diri sebagai bagian NII Kartosuwiryo. Operasi penumpasan pemberontakan, dilaksanakan oleh TNI dan barn pada tanggal 3 Februari 1965 tokoh DI/TII Sulawesi Selatan Kahar Muzakar berhasil ditembak mati oleh TNI Divisi Siliwangi.

 

 

3)      Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar alias Hedar bin Umarsalah seorang bekas Letda TNI. Dengan pasukannya yang berna-a Kesatuan Rakyat yang tertindas, lbu Hajar menyatakan gerakannya sebagai bagian dari DI / Tll Kartosuwiryo, pada akhirnya TNI berhasil menangkap Ibu Hajar dan menghancurkan gerakannya pada tahun 1959.

 

 

4)      Gerakan DI/TII Aceh

Pada awalnya Daud Beureueh menjabat Gubernur Militer di daerah Aceh Setelah terbentuk NKRI, Aceh hanya menjadi Karesidenan bagian dari propinsi Sumatera Utara. Daud Beureueh menentang kebijakan ini, oleh karena itu pada tanggal 21 September 1953, ia menyatakan Aceh mengabung dengan NII Kartosuwiryo.

 

  1.       Gerakan Angkatan Penang Ratu Adil (APRA)

Pemberontakan ini berlangsung di kota Bandung, yang bertujuan untuk mempertahankan bentuk negara Federasi dan memiliki tentara sendiri dalam RIS. Pada tanggal 23 Januari 1950 di bawah pimpinan Kapten Westerling dan dengan pasukan 800 orang, mereka mengadakan gerak cepat menyerang kota Bandung, dengan membantai semua anggota TNI yang mereka jumpai dan menduduki Markas Divisi Siliwangi, serta membunuh Letkol Lembong dan 79 anggota APRIS serta penduduk sipil.

Pemerintah berhasil menumpas APRA, tetapi pada tanggal 22 Februari 1950 Westerling berhasil meloloskan diri melalui Malaya menuju negara Belanda. Setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya diketahui bahwa ternyata Sultan Hamid II (tokoh BFO) diduga terlibat bahkan yang mendalangi gerakan tersebut, APRA ternyata juga berusaha membuat kekacauan di Jakarta dengan merencanakan pembunuhan terhadap Mention RIS Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sekjen Menhankam Mr. Ali Budiarjo dan Kepala Staf APRIS TB. Simatupang, namun gerakan itu dapat digagalkan.

 

 

  1.        Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pemberontakan RMS dipimpin oleh Dr. Soumokil, ia adalah mantan Jaksa Agung NIT yang memproklamasikan lahirnya Republik Maluku Selatan pada 25 April 1950 dan memisahkan diri dari NKRI. Untuk menumpas RMS ditempuh melalui cara damai yaitu dengan mengirim Dr. J. Leimena. Misi ini ditolak pengikut-pengikutnya, sehingga pemerintah mengirimkan ekspedisi militer di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang (Panglima Teritorium Indonesia Timur) yang berhasil mendarat di pulau Buru pada 14 Juli 1950. Kemudian dalam usaha penumpasannya kekuatan APRIS dibagi dalam tiga grup yaitu sebagai berikut :

–       Grup I dipimpin oleh Mayor Achmad Wiranata Kusumah

–       Grup II dipimpin oleh letkol Slamet Riyadi yang berhasil menguasai Benteng Nieuw Victoria 3 Nopember 1950, tetapi pada penyerangan KNIL yang menyamar sebagai APRIS, sehingga is gugur dalam benteng tersebut.

–       Grup III dipimpin oleh Mayor Suryo Subandrio

Operasi militer ini akhirnya berhasil melumpuhkan gerakan RMS. Pada tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil, pemimpin pemberontakan RMS berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

 

d.   Pemberontakan Andi Azis di Makassar

Andi Azis adalah anggota APRIS yang tidak setuju jika TNI ikut mempertahankan daerah bekas wilayah NIT di bawah Mayor Worang. Pada tanggal 5 April 1950 Andi Azis beserta pasukannya menyerang APRIS di Makassar dan menawan Panglima tentara Teritorium Letkol A.J. Mokoginta, Akibatnya Menteri negara NIT Ir. R D. Diapari mengundurkan diri, karena tidak menyetujui IL:ndakan Andi Azis. Pada tanggal 21 April 1950 Sukowati, wakil negara NIT mengumumkan bahwa NIT akan bergabung dengan RI.

Pada tanggal 8 April 1950 pemerintah menginstruksikan agar Andi Azis menyerah dan bersamaan dengan itu dikirim ekspedisi pasukan yang didatangkan dari Jawa Barat, yaitu Batalyon Brigade 14 (Siliwangi) di bawah Kapten Bakar Ardi Kusumah, dari Jawa Timur Brigade 6 di bawah pimpinan Letkol Suprapto Sukowati. Pada tanggal 5 Agustus 1950 secara tiba-tiba Pasukan KNIL / KL menyerang Markas staf Brigade 10 Garuda Mataram, setelah terjadi perlempurap selama 2 hari, pihak KNIL meminta perundingan tetapi ditolak oleh Letkol Soeharto. Selanjutnya Letkol Soeharto mengajukan dua alternatif kepada KNIL/KL yaitu meninggalkan kota Makassar dan menyerahkan semua senjata atau kalau tidak seluruh anggota KNIL akan di hancurkan. Pada tanggal 8 Agustus 1950 anggota KNIL menerima syarat-syarat yang diajukan oleh Letkol Soeharto. Dengan demikian pemberontakan Andi Azis dan bekas anggota KNIL dapat diselesaikan secara tuntas.

 

e.   Pemberontakan PRRI dan Permesta

Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dipimpin oleh Letkol Achmad Husein yang telah Memproklamasikan berdirinya negara PRRI pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang SumateraBarat, dan Mr. Syafruddin Prawiranegara ditunjuk sebagai Perdana Menterinya. Pemberontakan PRRI ini diawali dengan adanya hubungan yang tidak harmonic antara pemerintah pusat dengan daerah, terutama Sumatera dan Sulawesi. Mereka menganggap bahwa alokasi biaya pembangunan dari pusat dirasa kurang memadai. Tokoh-tokoh gerakan PRRI kemudian membentuk dewan daerah militer, antara lain sebagai berikut :

–     Dewan Banteng di Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956 di bawah pimpinan Letkol Achmad Husein.

–     Dewan Gajah di Medan pada tanggal 22 Desember 1956 oleh Kolonel Simbolon

–     Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Mangum di Manado. Sulawesi Utara yang dibentuk oleh Vince Samuel pada tanggal 18 Februari 1957.

 

Pembentukan dewan-dewan tersebut dalam rangka melakukan gerakan di bawah tanah yang akhirnya meningkat menjadi gerakan terbuka yaitu PRRI di Sumatra dan Permesta di Sulawesi Utara. Pada tanggal 10 Februari 1958 Letkol. Achmad Huesin mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri, akibatnya pemerintah pusat dengan tegas menumpas gerakan mereka. Operasi penumpasan dilakukan pemerintah dengan membentuk operasi gabungan angkatan, darat, laut, dan udara yang diberi nama Operasi 17 Agustus beserta beberapa operasi lainnya, seperti berikut:

1)      Operasi Tegas di Riau untuk mengamankan perusahaan minyak dan warga asing agar tidak ada kapal asing yang campur tangan seperti USA.

2)      Operasi Sapta Marga di Sumatra Utara

3)      Operasi Sadar di Sumatra Selatan

4)      Operasi Merdeka di Sulawesi sebagai ga.bungan Angkatan Darat. Angkatan laut, dan Angkatan Udara, berhasil menembak jatuh pesawat pembom USA B-26 dengan pilot Allan Lawrence. Karena sudah lemah akhirnya Achmad Husein menyerah pada tanggal 29 Mei 1961 bersama Zulkifli Lubis dan Syafruddin Prawiranegara, kepada Pemerintah, sedangkan Sumitro yang berada di Singapura kembali ke RI tahun 1967.

 

f)   Pemberontakan Permesta di Sulawesi

Gerakan separatisme juga terjadi di Makassar di bawah pimpinan Letkol Vince Samuel sebagai Panglima Teritorium VII di Makassar yang secara resmi menyatakan mendirikan gerakan Permesta 2 Maret 1957. Di Sulawesi Tengah dan Utara, Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah, Kolonel D.J. Somba pada tanggal 17 Februari 1958 menyatakan bahwa daerah Sulawesi Utara dan Selatan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat serta mendukung PRRI. Pernyataan Somba adalah pernyataan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Untuk menghadapi Permesta, pemerintah mengadakan operasi. Sapta Marga dan operasi Merdeka yang dilancarkan pada bulan April 1958. Ternyata Permesta mendapat bantuan dari pihak asing, terbukti dengan tertembak jatuhnya pesawat asing yang di kemudikan oleh A.L. Pope warga negara AS pada tanggal 18 Mei 1958 di atas kota Ambon. Gerakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, dan sisa-sisanya dapat ditumpas pada tahun 1961.

 

 

MATERI POKOK II

 

 

 

Pasca Perang Dunia II konfigurasi politik dunia ditandai dengan munculnya bipolarisasi kekuatan antara blok barat (AS) dan blok timur (Uni soviet) kedua kekuatan tersebut saling berlomba membuat persenjataan modern sehingga menimbulkan ketegangan dan kecemasan dunia. Negara-negara berkembang terdorong untuk mercar jalan keluar membantu meredakan ketegangan dan menciptakan perdamaian dunia,.sebagai salah satu negara berkembang Indonesia berinisiatif mengadakan konferensi perdamaian yang dikenal dengan konferensi Asia Afrika.

 

A. Penggalangan Kerja Sama Internasional dan Solidaritas antarbangsa

Konferensi Asia Afrika dilatarbelakangi oleh adanya perebutan pengaruh antara dua blok raksasa yaitu blok barat (Amerika) dan blok timur (Uni Soviet). Dengan berakhirnya perang dunia II dan semakin meningkatnya perjuangan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk mencapai kemerdekaan. Gagasan untuk menyelenggarakan konferensi Asia Afrika muncul dari beberapa tokoh negarawan Asia yang mengadakan konferensi Pancanegara dikota Kolombo, Srilangka pada tanggal 24 – 25 April 1954, Tokoh-tokoh dalam konferensi Asia Afrika antara lain sebagai berikut :

  1. Perdana Menteri Srilanka, Sir John Kotelawala
  2. Perdana Menteri Indonesia, Mr. Ali Sastroamijoyo
  3. Perdana Menteri India, Pandit Jawaharal Nehru
  4. Perdana Menteri Pakistan, Mohammad Ali Jinnah
  5. Perdana Menteri Birma (Myanmar), Unu

Dalam konferensi Kolombo Perdana Menteri Indonesia Mr. Ali-Sastroamijoyo mengusulkan agar diadakan konferensi yang lebih leluasa jangkauannya, yaitu tidak hanya mencakup negara-negara Asia saja, tetapi juga negara-negara Afrika. Usul tersebut diselenggarakan Konferensi Pancanegara II pada tanggal 28 – 29 Desember 1954 di kota Bogor, yang dikenal dengan Konferensi Bogor.

Dalam konferensi Bogor dirumuskan tentang hal berikut:

–       Tujuan Konferensi Asia Afrika

–       Negara-negara peserta KAA (30 negara)

–       Waktu dan acara KAA

–       Negara-negara sponsor

–       Mendukung Indonesia menuntut kembali Irian Barat

Setelah melalui berbagai persiapan, maka KAA akhirnya dapat dilaksanakan di kota Bandung pada tanggal 24 April 1955, Panitia pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) adalah perdana Menteri Ali Sastroamijoy sebagai ketua dan Ruslan Abdulgani sebagai Sekjennya. Konferensi Asia Afrika yang dibuka oleh Presiden Soekarno, seharusnya dihadiri oleh 30 negara di kawasan Asia dan Afrika, yang terdiri dari 5 negara sponor (Rhodesa), karena situasi dan kondisi politik dalam negerinya belum stabil. Walaupun demikian KAA fete berlangsung dengan dihadiri 29 negara. Konferensi Asia Afrika merupakan konferensi kulit berwarna yang terbesar, maka disebut The Afro Asian Conference. Hasil keputusan yang diambil dalam KAA, terdiri dari sepuluh (10) keputusan yang lebih dikenal dengan Dasa Sila Bandung, antara lain sebagai berikut :

–       Menghormati hak dasar manusia sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB

–       Menghormati kedaulatan dan integritas nasional semua warga

–       Mengakui persamaan semua bangsa, baik besar maupun kecil

–       Tidak melakukan intervensi atau campur tangan persoalan dalam negeri negara lain

–       Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri, baik secara sendirian maupun kolektif sesuaidengan piagam PBB

–       Tidak melakukan tekanan-tekanan terhadap negara lain

–       Tidak melakukan tindakan-tindakan ancaman-ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah dan kemerdekaan negara lain

–       Menyelesaikan perselisihan internasional jalan damai sesuai dengan piagam PBB

–       Memajukan kerja sama untuk kepentingan bersama

–       Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional

 

Setelah berakhirnya Konferensi Asia Afrika, banyak negara yang belum merdeka, mulai memperjuangkan nasibnya untuk mencapai kemerdekaan dan kedudukan sebagai negara yang berdais penuh. Selain itu konferensi Asia Afrika juga memiliki pengarun internasional antara lain sebagai berikut :

–       Berkurangnya ketegangan dunia, misainya Cina (RRC) bersedia berunding dengan USA mengenai Taiwan

–       KAA menentang ras diskriminasi, sehingga Australia menghapus politik White Australian Policydan Amei mengadakan kelas campuran

–       Medorong lahirnya organisasi Gerakan Nonblok.

–       Dengan demikian, Konferensi Asia Afrika sangat besar pengaruhnya dalam usaha untuk menciptao perdamaian dunia.

 

B. Konferensi London tentang Terusan Suez

Terusan Suez memiliki arti yang sangat besar bagi kepentingan ekonomi dan letaknya sangat strategiz. Terusan ini menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah, sehingga sangat penting bagi pelayaran 3: perdagangan Internasional. Terusan Suez mulai digali pada mesa Raja Muda Muhammad Said, oleh Ferdirar de Lessers (Perancis) serta dikelola oleh perusahaan Compagnie Universal de Canal Maritim de Suez (par~ 25 April 1959 dan diresmikan 17 November 1969 oleh permaisuri Napoleon III). Karena kedudukan Tenrusan Suez sangat penting, maka pada tanggal 29 Oktober 1988 bangsa Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Spanyol, Hon-aria, Australia, Rusia, Belanda dan Italia mengadakan Konferensi di Istambul yang menetapkan hal berikut:

–       Kebebasan berlayar bagi semua kapal dagang maupun kapal perang baik dalam keadaan damai maupun perang

–       Semua kapal yang melalui Terusan Suez tidak boleh memperlihatkan kekerasan

–       Tidak boleh menempatkan kapal perang di sepanjang Terusan Suez

–       Pemerintah Mesir harus mengambil tindakan yang diperlukan guna menjaga pelaksanaan konferensi Istambul.

Tindakan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser yang menasionalisasikan Terusan Suez pada 26 Juli 1956,dianggap sangat merugikan negara-negara yang menggunakan terusan tersebut. Inggris dan Perancis merupakan dua negara yang mengajukan protes atas terhadap tindakan Mesir yang disebut dengan tindakan sepihak. Protes-protes itu ditolak oleh pemerintah Mesir, Untuk menyelesaikan krisis ini Inggris, Perancis dan Israel yang juga memiliki kepentingan terhadap Terusan Suez, Untuk menyelesaikan krisis ini, Inggris dan Perancis yang dibantu oleh Amerika Serikat, London I bulan Agustus 1956 dengan tujuan untuk tetap mempertahankan internasionalisasi     Suez. Akan tetapi konferensi itu gagal dalam mencari penyelesaian. Demikian juga dengan demikian konferensi London II bulan September 1956.

Karena Konferensi London tidak dapat menyelesaikan masalah terusan Suez, maka diambil alih oleh PBB dan diproses melalui Dewan Keamanan bulan Oktober 1956. Resolus! dewan keamanan PBB tetap masih menganjurkan agar Terusan Suez memiliki status internasional. Namur Mesir menolak resolusi tersebut, sehingga situasi memanas lagi setelah Inggris dan Perancis menyerbu Port Said dan Israel menyerang Terusan Suez dan Sinai. Kemudian atas usul Menteri, Luar Negeri Kanada dibentuk pasukan PBB yang bertugas memelihara perdamaian dunia dikawasan garis perbatasan Mesir – Israel.

 

C. Pengiriman Pasukan Garuda

Pada tanggal 26 Juli 1956 Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez, akibatnya Inggris dan Perancis yang memiliki saham atas Terusan Suez menjadi marah dan mengirimkan pasukannya untuk menggempur Mesir. Serangan Inggris dan Perancis yang dibantu Israel terhadap Mesir sangat membahayakan perdamaian dunia sehingga PBB terpaksa turun tangan dan mengirimkan pasukan perdamaian. Indonesia mengirimkan pasukan Garuda I untuk bergabung dengan pasukan negara-negara lain di bawah PBB. Pasukan perdamaian PBB yang dikirim ke Timur Tengah (Mesir) dinamakan United Nations Emergency Force (U N E F).

Pasukan Garuda I di bawah pimpinan Mayor Sudiyono berkekuatan 550 personil terbagi atas kesatuan Teriotium IV Diponegoro, Teritorium V Brawijaya dengan komando Letkol Infantri Suyudi Sumodiharjo Pasukan       Garuda I berhasil  melaksanakan tugasnya dengan baik dan pada tanggal 12 September 1957 pasukan Garuda I ini membuat Indonesia terus mendapat kepercayaan dari PBB untuk membantu memelihara perdamaian di berbagai belahan dunia bila terjadi sengketa, diantaranya sebagai berikut :

–       Pasukan Garuda 11 di bawah pimpinan Kolonel Priyanto diberangkatkan ke Kongo 10 September 1960 untuk bergabung dengan pasukan perdamaian PBBdengan United Nations Operation for the Congo (UNOC), bertugas hingga bulan Mei 1961.

–       Pasukan Garuda III di bawah pimpinan Brigjen Kemal juga bertugas di Kongo dari bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964.

–       Pasukan Garuda IV di bawah pimpinan Brigjen TNI Wivono, bertugas di Vietnam mulai bulan Januari 1973 sampai Juli 1972.

–       Pasukan Garuda VII di bawah pimpinan Kolonel Rudini dan wakilnya Mayor Basofi Sudirman dikirim ke Timur Tengah pada tanggal 3 Desember 1973.
–       Pasukan Garuda VII di bawah pimpinan Brigjen Sukemi Sumantrio bertugas di Vietnam dari bulan AF 1974 sampai November 1974, kemudian digantikan Pasukan Garuda VlIi di bawah pimpinan Brigjen T, Bambang Sumantri dari bulan November 1974 sampai bulan Juni 1975. Pada tahun ini pula pasuka perdamaian PBB untuk Vietnam ICCS (IntemasionalCommision for Control and Supervision) ditarik mend. sefelah seluruh Vietnam jatuh ke tangan Vietnam Utara atau Vietkong yang berhaluan komunis.

–       Pasukan Garuda VIII di bawah pimpinan Kolonel Gunawan Wibisono, Kontingen Garuda VI dan V bergabung dalam pasukan perdamaian PBB yang diberi nama United Nations Emergency Force (UNIEF)

 

Bagi bangsa Indonesia pengiriman Misi Garuda untuk memenuhi permintaan PBB memiliki alasan yang kuat. Yang pertama sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi ikut melaksanaka ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial dan kedua sesuai dengan politik Luar Ngeri Indonesia bebas aktif.

 

D. Deklarasi Djuanda tentang.,Batas Perairan Nasional Indonesia

Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan atau Archipelago  yang memiliki wilayah darata dan perairan. Untuk itulah pada mass Kabinet Djuanda berusaha memperjuangkan masalah perairan nasional Indonesia, yang menjadi masalah utama yang harus mendapat penanganan serius. Melalui perjanjian Kabinet Djuanda, akhirnya Pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah Indonesia mengumumkan suatu pernyataa tentang wilayah perairan negara RI. Dalam pengumuman tertentu dinyatakan bahwa segala perairan di sekitar nusantara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya laut adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan. Dengan demikian bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada dibawah kedaulatar mutlak negara Republik Indonesia.

Pengumuman pemerintah ini selanjutnya dikenal dengan nama Deklarasi Juanda.Dalam Deklarasi Djuanda ditetapkan batas perairan nasional dengan mempergunakan prinsip kepulauan (Archipelago Principle) atau lebih dikenal dengan istilah Wawasan Nusantara. Dasar pokok penetapan perairan nasional antara lain sebagai berikut:

–       Bentuk geografis Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai sifat serta corak berbeda satu sama lainnya.

–       Bagi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan negara RI maka wilayah laut dianggap sebagai kesatuan yang bulat.

–       Penentuan batas lautan teritorial seperti termaktup dalam Territorialle Zeen Maritim Kringenitalie Ordonantie 1939 (stbi 1939 no. 442) artikel 1 ayat (1) tidak lagi sesuai karena membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian-bagian yang terpisah dengan perairan teritorial sendiri.

–       Setiap negara yang berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan yang dipandang perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya.

Prinsip-prinsip dalam dekiarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan UU No. 4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Dalam UU ini terdapat pokok konsepsi Wawasan Nusantara antara lain sebagai berikut :

–       Untuk kesatuan integritas wilayah dan kesatuan ekonomi ditarik garis-garis lurus menghubungka, titik terluar dari pulau luar.

–       Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garis pangkal lurus termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

–       Jalur laut (Laut Teritorial) selebar 12 mil diukur terhitung dari garis pangkal

–       Hal lintas kendaraan air (kapal) asing selama tidak merugikan Res Nullius menyatakan akan bahwa laut tidak ada yang memiliki, oleh karena itu dapat diambil setiap negara.
MATERI POKOK III

 

 

Kegagalan konstituante menerapkan UUD membawa Indonesia ke tepi jurang kehancuran keadaan negara yang telah dirong-rong sejumiah pemberontakan menjadi bertambah gawat. Atas dasar pertimbangan penyelamatkan negara dari bahaya, presiden Soekarno terpaksa melakukan tindakan inkonstitusional yakni mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959.                                                                                                                                N

 

  1.     Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
  2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Badan Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan urnurn 1955, dipersiapkan untuk merumuskan UUD (konstitusi) baru sebagai pengganti UUDS 1950.

Sejak tahun 1956 konstituante merumuskan UUD yang baru. Akan tetapi hingga tahun 1959 Badan Konstituante tidak pernah dapat merumuskan UUD yang baru. Dalam sidang-sidangnya, selalu diwarnai adanya benturan-benturan antara partai politik dan golongan, mereka lebih mementingkan kelompoknya sendiri sehingga mengabaikan kepentingan nasional. Kegagalan Konstituante merumuskan UUD sebagai pengganti UUDS 1950 menyebabkan negara dilanda kekalutan konstitusional, sehingga mengganggu dan membahayakan stabilitas Nasional dengan persatuan bangsa Indonesia. Pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang dikenal dengan Konsepsi Soekarno, dengan isi pokoknya adalah sebagai berikut :

–       Sistem Demokrasi Parlementer secara berat tidak cocok dengan kepribadian bangsa  Indonesia, sehingga harus diganti dengan demokrasi terpimpin.

–       Dibentuk Kabinet Gotong Royong yang terdiri dari semua partai dan organisasi masyarakat lainnya.

–       Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan fungsional dalam masyarakat.

 

Dalam konsepsi ini presiden juga mengusulkan perlunya dibentuk kabinet ke empat yaitu PNI, Masyumi NU dan PKI. Beberapa partai seperti Masyumi, NU, PSII, Partai Katolik dan PIR tidak menyetujuinya karena perubahan sistem pemerintahan menjadi wewenang Badan Konstituante. Pada tanggal 25 April 1959 dihadapan sidang konstituante, Presiden Soekarno menganjurkan agar kembali kepada UUD 1945 Anjuran ini diperdebatkan dalam sidang konstituante, kemudian diputuskan untuk mengadakan pemungutar suara (voting). Sebagai gambaran hasil-hasil pemungutar suara waktu itu adalah sebagai berikut:

  1. Pada tanggal 30 Mei 1959, 269 suara setuju dan 199 suara menolak
  2. Pada tanggal 1 Juni 1959, 263 suara setuju dan 203 suara menolak
  3. Pada tanggal 2 Juli 1959, 264 suara setuju dan 204 suara meniolak

Meskipun mayoritas suara setuju kembali pada UUD 1945, namun karena jumlahnya tidak mencukup dua pertiga anggota konstituante seperti yang diisyaratkan dalam pasal 137 UUDS 1950, maka tidak dapat diambil keputusan atas anjuran Bung Karno tersebut.

Pada tanggal 3 Juni 1959 Badan Konstituante memasuki masa reses (Istirahat tidak mengadakan sidang) dengan batas waktu yang tidak ditentukan dan berbagai fraksi dalam konstituante menyatakar tidak akan menghadiri sidang. Sementara pada tanggal yang sama pemerintah mengeluarkan larangan kegiatan politik dengan peraturan nomor Prt/PEPERPU/040/1959. Kegagalan Badan Konstituante mencapai kesepakatan untuk kembali ke UUD 1945, masa reses yang tidak menentu dan pernyataan berbagai fraksi yang memboikot untuk menghadiri sidang, menyebabkan Presiden Soekarno mengambil langka

Materi sejarah

Materi Sejarah Kelas 12 IPS Semester 1 BAB 4 BAB 4 PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA  DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN DEMOKRASI LIB...