Rabu, 12 Agustus 2020

Indonesia pada masa awal kemerdekaan sampai masa demokrasi liberal

setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia langsung membentuk kelengkapan negara melalui sidang PPKI. Berbagai kelengkapan negara tersebut dibentuk dengan tujuan menyelenggarakan pemerintahan yang berdaulat. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia belum dapat menyelenggarakan pemerintahan dengan baik karena kedatangan Belanda yang ingin menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melakukan beberapa kebijakan politik untuk mengatasi masalah tersebut. Adapun kebijakan politik Indonesia sebagai berikut.
1. Perubahan Fungsi KNIP
Salah satu hasil dari sidang PPKI adalah membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI). Komite Nasional Indonesia dibentuk pada tanggal 22 Agustus 1945. Komite Nasional Indonesia di tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sedangkan di tingkat kewedanan disebut Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID). KNIP dibentuk denga tujuan membantu tugas presiden dalam menjalankan pemerintahan hingga terbentuknya MPR dan DPR.

Dalam perkembangannya, terjadi perubahan fungsi KNIP terkait hubungannya dengan lembaga kepresidenan. Perubahan tersebut didasari ketidakpuasan Sutan Sjahrir terhadap sistem kabinet presidensial. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Oktober 1945 Sutan Sjahrir, Amir Syarifuddin, Supeno, Sukarni, Ir. Sakirman, dan Manunsarkoro mengajukan petisi kepada Soekarno-Hatta. Isi petisi tersebut antara lain tuntutan pemberian status Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada KNIP. Sebagai tindak lanjut dari petisi tersebut KNIP mengadakan rapat pleno pada tanggal 16 Oktober 1945.
Soekarno dan Hatta menyetujui petisi tersebut karena sesuai dengan prinsip pengembangan lembaga-lembaga negara yang demokratis. Akhirnya, Wakil Presiden Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang isinya sebagai berikut.
a. Komite Nasional Indonesia Pusat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat.
b. Pekerjaan sehari-hari Komite Nasional Indonesia Pusat dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat.

Sebagai tindak lanjut dari keluarnya Maklumat X Tahun 1945, KNIP kembali mengadakan sidang pada tanggal 17 Oktober 1945. Dalam sidang tersebut dihasilkan keputusan mengenai pembentukan Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) yang dipimpin oleh Sultan Sjahrir. BP-KNIP beranggotakan lima belas orang yang bertugas melakukan tugas sehari-hari KNIP.
2. Mengubah Sistem Pemerintahan
Pada awal kemerdekaan pemerintah Indonesia menerapkan sistem pemerintah presidensial. Presiden Soekarno melalui sidang PPKI membentuk kementerian dan menteri-menteri yang duduk dalam kabinetnya. Seiring keluarnya Maklumat X Tahun 1945, sistem pemerintah Indonesia bergeser ke sistem parlementer. Selain itu, KNIP menjadi lembaga yang sangat representatif dalam menampung aspirasi rakyat. Selanjutnya, pada tanggal 14 November 1945 dibentuk kabinet parlementer di bawah pimpinan Perdana Menteri Sultan Sjahrir. Dengan demikian, presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Sementara itu, pemerintahan dijalankan oleh perdana menteri.

3. Membentuk Partai Politik
Pada awal kemerdekaan Soekarno mengajukan usulan mengenai pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai satu-satunya partai di Indonesia. Pembentukan PNI sebagai wadah untuk memperkuat persatuan bangsa. Presiden Soekarno juga menyatakan bahwa PNI akan menjadi motor perjuangan rakyat dalam segala urusan. Meskipun demikian, pembentukan PNI sebagai partai negara ini mendapatkan penolakan dari berbagai pihak.

Penolakan pembentukan PNI disebabkan oleh berbagai masalah. PNI dianggap sangat "berbau" Jawa Hokokai sebab sebagian besar anggotanya adalah orang-orang yang dahulu duduk dalam organisasi buatan Jepang. Selain itu, PNI tidak mewakili segenap golongan dalam masyarakat. Sutan Sjahrir bahkan menanggap pembentukan PNI sebagai partai tunggal identik dengan partai Nazi di Jerman dan partai Fasis di Italia. Ia juga menganggap bahwa pembentukan PNI bertentangan dengan paham demokrasi yang diterapkan di Indonesia.
Usulan pembentukan PNI sebagai partai tunggal akhirnya dibatalkan. Selanjutnya BP-KNIP mengajukan usulan agar pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Usulan tersebut ditanggapi pemerintah dengan mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Maklumat yang ditandatangani Wakil Presiden Moh. Hatta ini berisi ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
a. Pemerintah memberi kesempatan kepada rakyat untuk membentuk partai-partai politik. Pemerintah berharap partai-partai politik tersebut mampu menyatukan seluruh aliran dalam masyarakat ke jalan yang teratur.
b. Pemerintah berharap agat partai-partai politik telah tersusun sebelum pelaksanaan pemilihan anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1946.

Adapun partai-partai yang terbentuk setelah Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia (PBI), Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Persatuan Indonesia Raya (PIR).
4. Perpindahan Ibu Kota Negara
Jakarta secara resmi menjadi pusat pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan. Dalam perkembangannya, kedatangan sekutu di Jakarta membuat kondisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia menjadi kurang kondusif. Selain itu, kedatangan sekutu dan NICA mengancam keselamatan para pemimpin Indonesia. Presiden Soekarno berpindah-pindah tempat karena diburu oleh pasukan intel Belanda.

Menyadari kondisi tersebut, para pemimpin Indonesia mencari cara untuk menyelamatkan pemerintahan Indonesia. Tan Malaka mengusulkan agar pemerintahan Indonesia untuk sementara waktu dipindah ke luar Jakarta. Moh. Hatta mengusulkan Yogyakarta sebagai tempat berlindung bagi pemerintahan Indonesia. Yogyakarta dipilih karena kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Yogyakarta yang mendukung pemerintahan Indonesia. Selain itu, rakyat Yogyakarta dapat dikendalikan secara penuh oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Pada tanggal 2 Januari 1946 Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirim kurirnya ke Jakarta untuk menyatakan kesediaannya menerima pemimpin Republik Indonesia di Yogyakarta. Selanjutnya, pada tanggal 4 Januari 1946 Soekarno-Hatta beserta pemimpin Republik Indonesia lainnya hijrah ke Yogyakarta. Sejak saat itulah ibu kota Indonesia secara resmi bepindah ke Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Materi sejarah

Materi Sejarah Kelas 12 IPS Semester 1 BAB 4 BAB 4 PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA  DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN DEMOKRASI LIB...